May 10, 2008

Implikasi Miskin Rohani terhadap Citra Diri

Jika kotbah di bukit bicara tentang karakter, tentang kualitas hidup orang Kristen, apakah implikasi "Miskin dihadapan Allah" atau kebangkrutan spiritual tersebut terhadap citra diri kita (self-image).

Pengakuan bangkrut rohani dihadapan Allah TIDAK berarti kita mengingkari citra diri kita yang dicipta berdasar rupa dan gambar Allah. Karena setiap manusia adalah "Imago Dei", maka kita memiliki kemampuan untuk membuat pilihan moral, untuk mengasihi dan dikasihi, untuk kreatif mengelola dunia dengan setiap talenta, tenaga, dan uang yang Allah titipkan pada kita. Yesus berkata, Berbahagialah mereka yang miskin dihadapan Allah, tidak berarti berbahagialah mereka yang rendah diri, yang minder, yang merasa tidak mampu apa-apa, karena itu berarti menghina Allah yang mencipta kita dengan berbagai potensi. Ayat tersebut tidak mengajarkan orang Kristen untuk menjadi orang yang minder.

Prinsip ini dapat kita lihat dalam diri Musa. Dalam Keluaran pasal 3-4, ketika Allah memanggil dia untuk memimpin umat Israel keluar dari Mesir, ia mencoba mengelak dengan berkata, "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" Setelah Allah menjawab keberatan Musa, Musa mencoba berdalih lagi, "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." Allah menjawabnya dengan keras, "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." Bukannya malu hati, mendengar sabda Allah tersebut Musa malah berseloroh, "Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus." Mendengar jawaban tesebut, Keluaran 4:4 mencatat "MAKA BANGKITLAH MURKA TUHAN TERHADAP MUSA."

Yang menarik dalam bagian ini adalah bahwa Allah marah terhadap Musa bukan karena Musa rendah hati dan berkata bahwa dia tidak mampu, tetapi karena ia tidak beriman kepada Allah. Pelajaran yang berharga bagi Musa dan kita disini adalah bahwa Allah mengingatkan kita: Jangan melihat ke dalam dirimu sendiri. Tapi lihatlah kepada-Ku. Jika engkau melihat kepada dirimu sendiri, pada talenta, kemampuan, dan pengalamanmu, pasti engkau akan mati. Tetapi jika engkau melihat kepada-Ku, engkau akan hidup. Yang penting bukan lidahmu (seberapun hebatnya itu lidah berputar mengubahkan hidup banyak orang), tetapi Allah yang mencipta lidah. Yang penting bukan pengalamanmu, tetapi Allah yang telah menyertaimu dalam pengalaman2x tersebut dan yang akan terus menyertaimu.

Dengan demikian, pengakuan kebangkrutan rohani BERARTI pengakuan bahwa segala talenta, keberhasilan, dan pengalaman sebesar apapun yang kita miliki bukan saja tidak akan pernah cukup untuk memperkenan hati Allah, tetapi malah akan membuat Allah muak. Yesus menegur dengan keras gereja Laodikia: "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang." Miskin rohani berarti tidak memiliki segala sesuatu dalam diri sendiri yang bisa diandalkan. Tidak lagi merasa diri benar (self-righteous), merasa diri hebat (self-importance), merasa diri mampu (self-confidence), dst.

Miskin rohani menolong kita untuk memiliki citra diri yang tepat sesuai dengan yang Allah inginkan. Disatu pihak, kita mengakui bahwa Allah telah memberi kita berbagai potensi dan talenta. Tidak mengakuinya membuat Allah marah. Di lain pihak, kita mengakui bahwa potensi dan talenta tersebut tidak berarti apa-apa di luar Allah, karena natur dan efek dosa. Justru potensi dan talenta tersebut menghantar kita untuk menyadari bahwa semua yang kita miliki berasal dari Allah. Tidak ada secuil pun dalam diri saya yang dapat saya banggakan dihadapan Allah.

No comments: