May 8, 2008

Berbahagialah Mereka yang Bangkrut!

Yesus memulai kotbah di bukit dengan kalimat yang mengagetkan murid-murid-Nya dan orang-orang banyak yang ikut mendengar: Berbahagialah mereka yang sadar akan kebangkrutan rohaninya!

Itulah arti "poor in spirit" atau "miskin di hadapan Allah." Yesus tentu tidak bermaksud bilang "Berbahagialah orang yang Mbogayot" (Mboten gadha yotho). Terjemahan: Tidak ada uang. Alias tongpes. Kantong Kempes. Kok yakin? Well, mari kita pikirkan logikanya. Kalau kita harus dalam kondisi mbogayot untuk dapat menerima perkenan Allah, betapa berdosa orang Kristen yang memberi uang kepada orang miskin. Sebaliknya, kalau Anda mau orang mendapat perkenan Allah, maka Anda harus berusaha sedemikian rupa untuk mengambil uang orang lain. “Sorry ya, saya menipu-mu dalam bisnis, dan menilep uangmu dalam kesempatan yang baru lalu. Tapi jujur saja, semua itu saya lakukan demi supaya engkau diberkati Allah.” Konyol bukan? Jadi jelas miskin dihadapan Allah bukan berarti miskin harta benda.

Miskin dihadapan Allah ini berarti kesadaran bahwa kita bangkrut rohani. Sadar bahwa kita bokek spiritual. Sebuah kesadaran bahwa kita orang berdosa tidak layak berdiri dihadapan Allah yang suci. Dan tidak memiliki apapun dalam diri kita yang cukup untuk memperkenan Allah. Pernyataan pertama dari 8 pernyataan bahagia Kristus ini mengajarkan kepada kita keselamatan karena anugerah. Pertanyaannya: Bagaimana pernyataan ini berlaku bagi orang percaya dan orang yang tidak percaya? Bagaimana konkritnya?

Ilustrasi yang menolong kita menjawab pertanyaan tersebut diberikan Yesus dalam Lukas 18:10 tentang orang Farisi dan pemungut cukai dalam sikap doa mereka kepada Allah. Pertanyaan pertama: Apakah orang Farisi ini telah mengenal Kristus? Jawabannya tidak. Perhatikan, meskipun mereka berperilaku seperti orang Kristen, tetapi mereka menganggap tindakan agama dapat menyenangkan Allah. Jangan heran Saudara kalau hari ini di gereja2x Tuhan banyak orang Farisi karena fenomena ini sudah terjadi sejak abad-abad pertama. Pertanyaan kedua, bgmana orang Farisi tersebut menunjukkan keangkuhannya merasa diri benar, suci dihadapan Allah? Jawabannya di ayat 11. Di dalam hatinya! Ini sangat subtle bukan? Di dalam hati, ia merasa hebat. Tidak ada orang yang tahu. Mereka tidak mengumbar keluar, tapi menginternalisasi keyakinan bahwa ia bisa membuat Tuhan tersenyum bangga terhadap dirinya dengan tingkah laku agamanya. Padahal semua itu kebusukan hati yang memuakkan Allah dan berakhir dengan penolakan Allah. Ayat 14 Yesus berkata “Aku berkata kepadamu: “Orang ini, pemungut cukai, pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, dan orang lain itu, orang Farisi, tidak.”

Bagi Orang Yang Belum Percaya
JIKA seorang yang belum percaya berusaha untuk mendapat keselamatan melalui agama, perbuatan baik, dan seterusnya, ia akan terus berputar-putar dalam usahanya tersebut untuk mendapatkan keselamatan. Semakin ia merasa bahwa ia sudah menyenangkan Allah dengan usahanya, semakin ia terjerumus ke dalam persepsi bahwa tingkah laku religiusnya akan menyenangkan Allah. Dan hanya karena anugerah Allah, ia dapat menjadi sadar bahwa semua usahanya tersebut di mata Allah tidak lebih dari sehelai kain kotor yang sia-sia. Itulah yang dialami oleh Martin Luther.

Sebagai seorang biarawan, Luther dengan tekun berdoa, baca Alkitab, berpuasa, bahkan menyiksa diri agar dapat memperkenan hati Allah dan beroleh keselamatan. Dia pergi berziarah ke Roma, dan merangkak menapaki seluruh 28 anak tangga dari Scala Sancta, bukan dengan kaki, tapi dengan lutut! Namun tetap dia merasa ada sebuah keraguan yang besar dalam dirinya, apakah dia akan masuk surga. Meskipun dia berusaha mengakui semua dosanya sampai yang kecil-kecil sekalipun, ia tetap tidak yakin bahwa semuanya telah dia akui. Sampai seorang mentor dia di kuil mengatakan ke Luther, bagaimana kalau kamu bunuh orang, supaya kamu dapat mengakui sebuah dosa yg besar dihadapan Tuhan?

Luther selalu bertanya dalam dirinya: Bagaimana kalau ada dosa yang kita tidak akui di hadapan Tuhan karena kita tidak sadar bahwa kita telah melakukannya, dan untuk itu kita lalu dihukum kekal? Hal ini berkecamuk dengan hebat dalam dirinya. Apakah aku telah sungguh-sungguh menyesal dalam pengakuan dosaku? Ataukah pertobatanku dimotivasi oleh rasa takut?
Pertanyaan ini menghantui Luther bahkan sampai tahun 1512 ketika ia menjadi Profesor Alkitab di Universitas Wittenberg di Jerman. Dia memberi kuliah-kuliah dari Alkitab, dan tahun 1515 sampai kepada kitab Roma. Dan dia sangat terganggu ketika membaca dalam Roma 1:17, bahwa kebenaran Allah dinyatakan dalam Injil. Siang malam dia memikirkan kalimat tersebut: Jika kebenaran Allah adalah keadilan Allah yang diwujudkan dalam penghukuman Allah terhadap orang-orang berdosa, bagaimana mungkin itu menjadi bagian dari Injil, bagaimana mungkin itu membawa kepada keselamatan?

Luther berpikir: Allah yang adil adalah Allah yang secara adil akan menghukum mereka yang berdosa. Meskipun aku seorang biarawan, aku tahu aku berdiri dihadapan Tuhan sbg seorang berdosa dengan hati nurani yang sangat terganggu, dan aku samasekali tidak pasti bahwa segala hal yg aku perbuat dapat meredam kemarahan Allah terhadap dosa. Dia terus memikirkan kalimat tersebut sampai suatu hari Allah berkenan menyingkapkan kebenaran tersebut kepadanya: kebenaran Allah adalah kebenaran yang karena anugerah dan belas kasihan Allah, telah membenarkan kita oleh iman. Melalui pemahaman ini, ia merasa lahir baru, dan seluruh kitab suci menjadi jelas bagi Dia. Kebenaran Allah yang dinyatakan ketika Allah membenarkan manusia berdosa hanya karena anugerah, dan hanya di dalam Kristus, dan hanya melalui iman.

Jika seorang yang belum percaya mampu memiliki kesadaran bahwa upayanya memperkenan Allah tidak cukup, kemampuan itu sendiri adalah sebuah anugerah dari Allah. Karena hari ini banyak orang hidup seperti orang Farisi. Kepada jemaat Korintus, gereja yang dipenuhi dengan orang-orang yang bobrok moral tapi tidak merasa bangkrut rohani, rasul Paulus menulis “Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup juga untuk mereka yang akan binasa." Siapa mereka yang baginya Injil tertutup, yang akan binasa? Ayat 4 menjawab: "Yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambar Allah.”

Bagi Orang yang Sudah Percaya
Orang yang sudah percaya mestinya menunjukkan kualitas hidup bangkrut total dihadapan Allah, bahkan lebih dari sebelum ia mengenal Kristus. Semakin ia mengenal Allah, semakin ia menyadari ketidakmampuannya untuk memperkenan Allah dengan kekuatan sendiri. Semakin ia hidup bertaut dengan Allah, semakin tumbuh kepekaan betapa licik hati manusia (Yer 17:9), yaitu dirinya sendiri. Target utama pendengar kotbah di bukit adalah orang percaya, yaitu para murid Kristus. Dengan keras, Yesus berkata kepada para murid ini: “Jika hidup keagamaanmu, tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan Sorga.” Inilah ayat inti dari seluruh kotbah di Bukit.

Orang-orang yang Allah pakai dalam Alkitab menunjukkan kemiskinan rohani mereka. Yesaya, ketika melihat keagungan Allah, spontan berkata, “Celakalah aku! Aku binasa!” (Yesaya 6:5). Yohanes Pembaptis mengaku bahwa untuk melepas tali kasut Kristus saja ia tidak pantas (Lukas 3:16). Kepada Timotius, Paulus berkata tentang dirinya bahwa ialah yang paling berdosa dari antara orang-orang berdosa (1 Tim 1:15).

Mari kita periksa hati kita. Jangan-jangan meski sudah percaya, kita masih seperti orang Farisi. Orang lain tidak tahu. Di luar kita atur, kita rekayasan sikap dan perilaku kita untuk memproyeksikan image bahwa kita orang yang rohani. Tapi dalam hati. Dalam hati kecil kita, kita membanggakan diri kita, keberhasilan kita, pengalaman kita, karakter kita, dst. Kalau Anda dan saya masih seperti ini, tidak peduli berapa lama kita sudah aktif pelayanan di gereja, tidak peduli betapa tinggi jabatan struktural kita di denominasi gereja, tidak peduli betapa besar uang sumbangan kita untuk pekerjaan Tuhan, Yesus berkata kepada kita "Sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga."

DOA
Pengalaman keberhasilan kami di dunia fana ini, ya Bapa,
sering membuat kami merasa hebat.
Kinerja dan produktivitas religius kami
menciptakan rasa layak berdiri dihadapanMu.
Itu sebab kami enggan mengaku diri kami miskin dihadapan-Mu.
Kami lebih suka menunjukkan kepada dunia bahwa bagi-Mu Tuhan
Ada banyak hal yang kami dapat kerjakan, berikan, sumbangkan.
Kami ingin dipersepsi orang sebagai orang Kristen yang sukses,
yang sibuk, yang serba bisa, selalu siap berjasa bagi Tuhan.

Doa kami hanya rutinitas di mulut karena hati kami dipenuhi keyakinan
bahwa kami dulu bisa, sekarang bisa, dan akan selalu bisa tanpa Allah.
Kami mengeluh kepadaMu saat dilanda kesulitan,
karena kami merasa tidak sepantasnya kami mendapat kesulitan tersebut.
Kami punya banyak agenda dan ambisi pribadi,
dan menuntut-Mu untuk memenuhi semua itu.

Ampuni kami Tuhan.
Ingatkan kami bahwa kami bukan siapa-siapa dihadapan-Mu
Dan tidak punya apa-apa bagi-Mu yang Engkau perlukan.
Kami tidak lebih dari cacing dan ulat dimata-Mu.
Kami bagai pengemis dengan cacat tubuh di persimpangan lampu merah,
yang tak mampu berbuat apa-apa selain menunggu belas kasih pengendara yang lewat.

Dan kami bersyukur bahwa tidak seperti para pengendara yang cuma lewat,
Engkau Allah yang peduli, bukan hanya memberi sedekah,
Tetapi memberi kami kerajaan surga yang mulia,
Mengundang kami masuk kedalam-nya
Mengecap kemuliaan, menikmatinya tiada henti bersama-Mu.

No comments: