Jul 22, 2008

Karakter dan Kasih dalam Pelayanan

Tanpa karakter dan kasih, pelayanan kita kepada Allah akan menjadi sebuah lelucon yang tidak lucu yang kita lakukan secara rutin untuk mengelabui diri kita sendiri:

Karakter
Allah membentuk para hambaNya. Sebelum Allah memakai hamba-hambaNya, Ia membentuk mereka terlebih dahulu. Training Yusuf untuk menjadi PM Mesir: 13 tahun. Training Musa menjadi pemimpin massa: 80 tahun. Training Saulus di seminari Arabia untuk menjadi rasul Paulus: 3 tahun. Dengan kata lain, karakter terlebih dahulu, baru kompetensi dibangun lewat pelayanan. Apapun jenis pelayanan yang Allah berikan kepada kita – mengajar, menasihati, memimpin pujian – kita tidak dapat memberikan kepada orang apa yang kita sendiri tidak memiliki. Karakter adalah fondasi dari pelayanan.

Tanpa karakter, pelayanan hanya menjadi komedi putar rohani, bahkan menjadi ‘religious business’ yang sangat destruktif bagi jiwa kita. Orang Farisi berpikir apa yang mereka lakukan adalah pelayanan, Yesus menyebutnya kemunafikan. Karena orang Farisi lebih mengutamakan reputasi, dan bukan karakter. Mereka lebih mencari pujian dari manusia daripada kesukaan dari Allah. Apakah karakter Anda telah dibentuk oleh Allah sebelum Anda ambil bagian dalam pelayanan, dan selama Anda melayani? Mari kita menjaga diri agar pelayanan kita tidak menjadi hobby atau rutinitas yang mungkin kelihatan ‘wah’ di mata orang, namun dinilai ‘nol besar’ di hadapan Allah.

Kasih
Allah menuntut dari hambaNya. Ukuran kesetiaan seorang pelayan bukan berapa banyak orang yang bekerja dibawah dia, bahkan bukan berapa banyak orang yang dilayaniNya, namun kualitas kasih yang mendorong kita untuk melayani orang lain (termasuk mereka tergolong tipe “orang menjengkelkan”). Bukan berarti kita lalu menjadi kosetan kaki. Karena yang kita layani sebenarnya adalah Allah, dan itu terkadang membuat kita harus menolak ide dan keinginan sesama kita. Namun di lain pihak, kita harus melayani manusia. Bukan dengan hati yang ngegrundel, tapi dengan kasih terhadap mereka, kasih yang tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa. Karena kasih tersebut muncul sebagai buah dari hidup yang dipimpin Roh Kudus.

Tanpa kasih, berkotbah, main musik, atau memimpin pujian di hadapan jemaat tidak ada bedanya dengan sebuah stage performance. Tanpa kasih, mudah sekali seorang hamba mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan pribadinya. Tugas pelayanan menjadi kesukaan saat itu dipenuhi oleh kasih. Anak sulung dalam cerita Yesus melayani dengan taat, namun dia tidak memiliki kasih terhadap ayahnya. Ia akhirnya marah, pahit, dan kehilangan sukacita. Tanpa kasih, karunia dan talenta menjadi penghambat pelayanan kita, karena semua itu meninggikan pemiliknya, dan tidak membangun jemaat. Apakah Anda mengasihi orang yang Anda layani dalam jemaat gereja maupun di luar gereja?

1 comment:

RO'IEL said...

Apakah karakter Anda telah dibentuk oleh Allah sebelum Anda ambil bagian dalam pelayanan, dan selama Anda melayani? Mari kita menjaga diri agar pelayanan kita tidak menjadi hobby atau rutinitas yang mungkin kelihatan ‘wah’ di mata orang, namun dinilai ‘nol besar’ di hadapan Allah.

Kesindir nih....



Apakah Anda mengasihi orang yang Anda layani dalam jemaat gereja maupun di luar gereja?

Kayanya jadi susah jawabanya...