Jun 24, 2008

Partisipasi di Kelas

Below is a short piece I recently wrote in my column on BUSET (Bukan Sembarang Tabloid), a local Indonesian community tabloid in Melbourne. The column is aptly called "Sarjana BUSET"; it's about strategies and tips to become top students at uni.
-----

‘When Silent is Not Golden’: Pentingnya Partisipasi di Kelas

Exam sudah selesai. Dan setelah liburan super singkat berlalu, semester kedua akan segera mulai. Minggu pertama kuliah adalah minggu yang kritikal karena berbagai alasan. Salah satunya, Anda mau menciptakan kesan yang positif dari dosen terhadap diri Anda. Caranya, tunjukkan ke sang dosen bahwa Anda adalah mahasiswa aktif yang ingin berpartisipasi mewarnai proses pembelajaran selama semester tersebut.

Mengapa hal tersebut penting? Ini kuncinya. Di beberapa kelas, ada participation marks bagi mereka yang aktif berkontribusi. Namun kalaupun tidak ada, overall marks Anda biasanya akan lebih rendah kalau Anda tidak pernah berpartisipasi.

Dalam kolom ini, saya ingin mengulas beberapa hal penting tentang partisipasi dari kacamata dosen dan mahasiswa. Berikut beberapa hal yang ada di benak dosen pada umumnya tentang partisipasi:

1. Mendengar tok tidak cukup
Jangan berpikir bahwa dosen akan simpatis terhadap mahasiswa yang duduk manis, melipat tangan, dan mendengarkan sambil senyum sesekali. Ekpektasi dosen adalah: Anda memberi opini pribadi tentang apa yang baru dikatakan oleh sang dosen atau tentang class reading.

Mungkin Anda pernah diberitahu bahwa ‘silent is golden’. Tapi di ruang kuliah, ‘silent is foolish’. Dosen tidak akan pernah berpikir, “Hmm… dia selalu diam seribu bahasa, pasti dia seorang bijaksana.” Yang lebih mungkin terjadi adalah “Hmm… kayaknya ini anak either malu, Inggris-nya pas-pasan banget, atau kagak ngerti apa-apa di kelas.”

2. Partisipasi mempertajam proses belajar
Saya pribadi sangat menikmati apalagi ada mahasiswa yang dapat mengomentari pendapat atau pertanyaan mahasiswa lain di kelas yang tadinya ditujukan kepada saya. Jadinya saya kagak usah jawab. Hahaha… Just kidding. Jika mahasiswa dapat saling mengomentari dan mengkritisi pendapat mereka satu sama lain, maka akan terjadi dialog yang menarik.

Dialog itu bukan seperti bermain ping-pong. Anda bertanya, dosen menjawab. Anda bertanya lagi, dosen menjawab lagi. Itu tanya jawab, bukan dialog. Dialog itu terjadi kalau ada variasi pendapat yang menolong setiap orang untuk melihat sebuah isu dari berbagai aspek dan memperdalam rasa ingin tahu mereka tentang isu tersebut.

Di kelas kepemimpinan saya, saya sering berdiam diri sampai suhu ruangan menjadi panas karena yang berdialog jadi emosional (sayangnya, yang terlibat biasanya selalu mahasiswa lokal, jarang mahasiswa internasional, dan tidak pernah mahasiswa Indonesia). Setelah emosi tinggi, barulah saya mencoba memberi pendapat. Hasil dari proses ini adalah proses belajar yang lebih mendalam. Namun coba tebak siapa belajar paling banyak, yang akan ingat terus topik yang di-dialog-kan? Mahasiswa yang berpartisipasi!

3. Partisipasi bukan Soal Teknis Bahasa
Banyak mahasiswa sangat kuatir membuat kesalahan grammar dalam bahasa, sehingga mereka memilih diam daripada ngomong tapi ketahuan bahwa Inggris-nya hanya ‘little, little see I can.’

Menurut saya, dosen lebih mementingkan ide ketimbang tata bahasa. Jadi kalau pendapat Anda ada ‘isi’-nya, dosen dan orang lain akan lebih maklum tentang bagaimana Anda mengungkapkan ide pikiran tersebut.

Saran saya, cobalah untuk berlatih bertanya hal-hal yang sederhana. Dalam masalah partisipasi di kelas, practice makes perfect! Misalnya, Anda bisa mulai dengan pertanyaan klarifikasi seperti “If I understand correctly, you were saying that . . .” atau “From what you just described, is it fair to assume that . . .” Kalau Anda mengungkapkan kalimat-kalimat seperti itu, Anda membuktikan kepada dosen bahwa (1) Anda selama itu telah mendengar dengan baik dan tertarik dengan topik bahasannya, dan (2) Anda memberi masukan kepada dosen apakah ia menyampaikan kuliahnya dengan efektif.

Jadi meski ketika angkat tangan berbicara, perut Anda terasa agak melilit karena takut salah, teruskan saja bicara. Lakukan terus hal tersebut berkali-kali selama 4 minggu pertama. Lama-lama akan merasa berpartisipasi adalah hal yang natural. Minggu depan kita akan melihat teknik-teknik berpartisipasi.

No comments: