Jun 26, 2008

Copyright dan Iman Kristen

Blog Justin Taylor memuat press release yg menarik tentang publisher Injili terbesar di Amerika yang membawa ke pengadilan website biblecentre.net berbasis di Inggris yang selama beberapa tahun terakhir menyediakan resources theologia online untuk research, persiapan kotbah, etc. Masalahnya, semua resources tersebut (buku, commentaries, etc.) dia upload secara ilegal tanpa izin. Posting ini mengundang banyak komentar menarik tentang isu Copyright dan Iman Kristen. Baca selengkapnya disini.

Yang menarik adalah jika ada orang Kristen yang download atau upload materi secara ilegal, itu berarti mereka percaya bahwa iman Kristen tidak ada kaitannya dengan isu Intellectual Property Rights. Apalagi kalau yang didownload atau upload itu adalah materi teologi yang berguna untuk pertumbuhan iman pribadi atau orang lain. Ini isu menarik!

Bagi orang Asia, khususnya orang Indonesia, yang saya kira jauh lebih cuek, lebih tidak sadar soal copyright, isu ini kelihatannya tidak relevan. Namun di era dimana semakin banyak hal yang bisa di-digitized (audio, video, papers, poems, books, arts, sermons, etc.), ini isu penting yg kudu dibahas juga sbg orang Kristen yg ingin hidup memuliakan Allah dalam segala aspek.

Beberapa isu yang relevan mulai dari fotocopy textbook (sebuah budaya mahasiswa Indonesia, termasuk mahasiswa teologi, yg menghidupi begitu banyak bisnis fotocopy di seputar kampus) sampai ke masalah 'pulpit plagiarism' (si pengkotbah comot naskah kotbah orang lain lalu dia kotbahkan persis sama sedemikian sehingga jemaat pikir itu hasil kerja keras studi dan meditasi - dan ini lebih mudah terjadi kalau yang di-comot adalah teks bahasa Inggris dari Internet yg lalu dikotbahkan dalam bahasa Indonesia dihadapan jemaat di kota kecil yg relatif tidak demen browsing internet, apalagi URL yg berisi naskah kotbah).

Tahun lalu di sebuah conference, saya lunch dengan seorang pastor bule dari Canada yg sedang mengambil doctorate di bidang leadership dan juga bekerja part-time sbg profesional. Ketika kita sampai pada topik bgmana kita persiapan kotbah disela-sela kesibukan yang ada, dia bilang ke saya bahwa tiap minggu dia ke website-nya Rick Warren atau pengkotbah sejenis yg memang meng-encourage orang utk beli teks kotbah mereka. Pastor tsb pilih tema kotbah yg sesuai tema yg akan dia bawakan, lalu beli naskah kotbahnya US$2.99. Besok pagi dia kotbahkan itu. Saya kaget setengah mati!

Bagaimana pendapat Anda?

6 comments:

Anonymous said...

Setelah baca comment di websitenya, kliatannya makin lama pembahasannya jadi lebih ga relevan

2 cents dari saya aja sih ko.., kl dari segi ekonom, copyrights law itu seperti instrumen untuk menetralisir free-riding dari "public goods" yaitu media yang bisa dikopi.

Mungkin karena culture western yang sue-happy, private rights dan sense of entitlement sudah begitu ter-establish, sehingga infringement of copyrights, di mata mereka, itu sdh sama dengan pencurian.

Saya jadi terinspirasi komen ini dari website Ko Ronald. Dibawah websitenya, ada tulisan "All Rights Reserved by Whom??" Silahkan dicopy, dikutip, masukin mading, warta, majalah, milis atau diapainpun terserah. Tidak perlu tulis sumbernya dari mana dan dari siapa. Tidak penting, semuanya anugerah. Yang penting, bertanggung jawab kepada Tuhan.
Freely you have received, freely give (Mat 10:8b, NIV).

Setelah baca ini, saya mngkin mikirnya gini: Kalo misalnya Prof. Gudrem's Bible Doctrine benar menjadi pekerjaan yang terinspirasi oleh Tuhan dan untuk Tuhan, dan publisher dari buku itu juga menjadi 'instrumen' bagi Allah untuk mendistribusikan pengetahuan ttg doktrin, bukannya karena itu semua anugrah?

Agak ironis kalau konsep anugrah ngga di-apply disini. Karena di dlm kasih Allah saja manusia sering abuse dgn masih terus berdosa... kalo misalnya private rights seorang Kristen diabuse, bukankah malah menjadi contoh yang bkin dunia heran kalau abuser tidak di-sue, karena bahan2 teologi itu juga bagian dari anugrah Tuhan.

Anonymous said...

Yo ada beberapa issue yg relevan disini:

1. Reasoning yg kamu kemukakan apakah bisa diterapkan ke aspek lain. Misalnya, essay kita dijiplak dan di claim milik orang lain, isi rumah kita dicolong orang lain, karya cipta kita bertahun-tahun dicuri dan ditiru orang lain, dalam semua itu, kita bilang dari perspektif korban, "Ga apa-apa kok." Ini yang sering disebut sebagai 'doormat theology', apakah benar mesti begitu? Kaitannya dengan 8 Ucapan Bahagia? :_

2. Fakta bahwa ada hukum pemerintah ttg Copyrights, apakah lalu kita tidak menerima itu? Ini soal sikap kita terhadap pemerintah yg adalah wakil Allah.

3. Yg lebih mendasar, Alkitab mementingkan dua sisi secara seimbang: Individualitas dan Komunitas. Jadi sisi individualitas kita tidak hilang begitu saja demi komunitas. Dalam 1 Kor 9, Paulus menegaskan dia punya hak untuk menerima honor, namun dia memilih untuk tidak memakai hak itu di Korintus. Tetapi dia memakai itu di Filipi.

Anonymous said...

Kliatannya komen saya rada keburu2 ko...

Mungkin emang reasoning yang saya pake itu case-by-case, soalnya kan party to sue dan suer nya itu orang Kristen.. saya jadi secara natural mikirnya: kenapa harus di-sue kl ada jalan lain yang lebih "civil" (e.g. arbitrasi, bicara langsung)?

Memang reasoning yang saya pake bisa disalahgunakan (dgn motivasi "egp" dan tidak bertanggung jawab) oleh pembuat website biblecentre.net atau pemakai2nya.

Dan kalau saya sendiri jadi moderator website itu, saya bakal tidak punya alasan apa2. Karena jelas2 melanggar aturan copyrights, punishable by the available law. Dan pantas untuk mendapat hukuman juga, terlepas dari media apa yang ia publikasikan di-websitenya, karena mempublikasikan tanpa seijin penulis2nya (so as to have the writers waive their rights).

Tapi pada akhirnya kembali lagi ke situasi, apakah publisher udh mencoba sampai batas maksimal untuk memberi warning untuk jangan menaruh media, yang terlindungi hak ciptanya, untuk umum, atau pakai "cara gampang" yaitu lawsuit (well.. lawsuit, in fact, is a long drawn-out process that anyone knows it is).

Jadi konklusi saya, saya pikir itu tergantung kpd para writersnya. Mereka berhak untuk menghukum si pembuat website itu, dan mendapatkan nominal reward sebagai remedy, menurut hukum yang ada.

Tetapi pilihan lain mereka adalah untuk mencari hanya sekedar 'specific performance' remedy (i.e. untuk secara hukum, misalnya, meminta website itu untuk ditutup, tapi tidak meminta uang ganti).

Mungkin saya agak terburu2 di persoalan 'grace/mercy', karena pd akhirnya itu menjadi pertanggungjawaban para penulis/publishernya kepada Tuhan: apakah mereka akan mengambil reward mereka, atau hanya sekedar memberi hukuman (tanpa mengambil uang sepeser pun).

Kemungkinan kalau kata2 seperti 'lawsuit' antara pihak Kristen masuk headline, orang2 awam secara garis besar akan salah paham. Tapi saya jd inget kl court itu juga bisa menjadi instrumen Allah dalam menghukum dan memberi ganjaran yang sepantasnya.

Anonymous said...

Segala sesuatu ada etikanya.

Etika untuk copyright sudah jelas, dan orang Kristen juga harus menunjukkan imannya kepada Allah yang tidak terlihat melalui tindakan nyata kepada sesama yang bisa dilihat mereka.

Pastor beli khotbah dan besoknya di bawakan?? Menyedihkan!

Bukan faktor beli khotbahnya, tapi bagaimana Firman itu "harus" berbicara kepada diri sendiri, itu yang sulit untuk didapatkan.

Menggali sendiri dan membeli khotbah lalu di gali lagi, ini tidak masalah bagi saya. Sama saja dengan belajar dari buku.

Salam.

yanmaneee said...

converse outlet store
fila shoes
yeezy boost 350
supreme clothing
retro jordans
nike shox
nike cortez men
adidas nmd
cheap mlb jerseys
hermes belt

slasmoa said...

f7w40e8n81 d2j26z0p07 l0c12w3z61 c2m73w8x96 s4o70v1w05 u9d47h8q54