Mar 30, 2008

Nikmat Allah meremukkan Anak-Nya

Intisari kotbah Jumat Agung saya minggu lalu:

Yesaya 53:10 adalah salah satu ayat yang mungkin kita anggap aneh kedengarannya, tidak pantas untuk ditaruh di Alkitab, dan tidak Kristiani. Bunyinya begini: "But the Lord was pleased to crush him" (NASB). Dalam King James version: "Yet it pleased the LORD to bruise him." Dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan sedikit berbeda, dan mungkin lebih halus: "Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." Bedanya adalah dalam terjemahan Indonesia, tidak muncul luapan emosi yang positif dari Allah Bapa saat Ia meremukkan AnakNya di kayu salib. Bahasa aslinya, Chaphets (baca khaw-fates), memang berarti 'to delight in, take pleasure in, to be pleased with', yang jelas menunjuk kepada sebuah sikap hati, sebuah respon emosi yang muncul.

Kalau begitu, bagaimana kita mengerti Allah Bapa menikmati melihat AnakNya diremukkan? Tidak heran ada yang seenaknya mengomentari ayat ini dan berkata bahwa ini adalah kasus Child Abuse yang paling menyedihkan yang pernah dilakukan seorang ayah terhadap anaknya.

Sebagai seorang ayah, saya mungkin bisa sedikit (sedikitttt sekali) memahami apa yang ada di hati Allah Bapa melihat AnakNya menjerit kesakitan di atas kayu yang kasar itu. Waktu anak saya yg pertama dititipkan di tempat penitipan anak (karena saya dan istri mesti kerja), di hari pertama ia menangis meronta-ronta tidak mau ditinggal dengan guru dan teman-temannya yang bagi dia adalah pure strangers. Sebelumnya saya dan istri telah diberitahu oleh gurunya bahwa hal tsb pasti akan terjadi, tetapi kami harus tegar sbg orang tua. Kami berusaha tegar, tapi saya dan istri menangis berdua ketika berjalan ke tempat parkir dan selama 5 menit berikutnya di mobil. Linangan air mata kami keluar mengingat pandangan mata anak kami yang memelas seakan berkata, "Jika engkau mengasihi aku, papa, mama, mengapa engkau meninggalkan aku di tempat ini?"

Saya yakin Allah Bapa juga menangis melihat Anaknya menderita di atas kayu salib. Jika Yesaya menulis Ia menikmati, Ia pasti bukan sedang menikmati melihat AnakNya sedang sekarat menahan perih dan pedih dan sakit yang amat sangat. Yang Ia nikmati bukan penderitaan AnakNya, tetapi BUAH dari penderitaan AnakNya. Ayat 10b berbunyi demikian: "When thou shalt make his soul an offering for sin, he shall see [his] seed, he shall prolong [his] days, and the pleasure of the LORD shall prosper in his hand." Kehendak Allah, keinginan hati Allah, apa yang menjadi kesenangan hati Allah, itu semua tergenapi melalui penderitaan AnakNya.

Apa yang Paulus tulis dalam Roma 3:25-26 membantu kita mengerti bagian ini: "Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus." Dari generasi ke generasi Allah dalam kesabarannya mengampuni dosa manusia. Dosa yang upahnya adalah maut tidak terjadi seketika pada manusia. Bandingkan Daud dengan Ananias dan Safira. Ketika Daud mengakui dosanya dihadapan Allah setelah ditegur Nabi Natan, Alkitab mencatat sbb "Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati" (2 Sam 2:13). Sementara Ananias dan Safira yang korup dalam persembahan mereka kepada Allah, ditegur Petrus, "Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah. Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu." (Kis 5:4-5). Pola mati instan karena dosa ini juga terjadi pada istrinya Safira.

Kalau kita fair, kita tahu bahwa yang seharusnya terjadi sebagai konsekuensi dosa adalah yang dialami Ananias dan Safira, bukan Daud. Namun itu tidak terjadi pada Anda dan saya bukan? Kalau kita masih bernafas hari ini, itu karena Allah sabar. Kesabaran Allah seringkali membuat kita meremehkan anugerah Allah, menganggap enteng kesucian Allah, seenaknya menginjak-injak kemuliaan Allah dengan dosa yang kita perbuat terus-menerus. Mengapa orang-orang Australia yang anggota keluarganya tewas dalam pemboman di Bali bbrp tahun lalu marah sekali melihat para pelaku pemboman tersebut tidak dijatuhi hukuman yang setimpal? Karena bagi mereka, itu mengecilkan nilai dan arti orang-orang yg mereka kasihi tersebut, seakan-akan nyawa mereka tidak ada harganya. Demikian juga bila seorang pembunuh bayaran yang mencoba membunuh seorang Presiden tidak dijatuhi hukuman setimpal, maka kita tahu bahwa nyawa Presiden tersebut tidaklah berharga atau dihargai. Saat Allah mengampuni dosa Anda dan saya dengan begitu mudah, betapa mudah kita lalu menyepelekan kesucian, keagungan, kemuliaan Allah. Dan Allah tahu itu terjadi. Dan Ia tidak ingin kemuliaanNya itu diremehkan dan diinjak-injak oleh orang berdosa.

Pengorbanan Kristus diatas kayu salib menyatakan kembali kemuliaan Allah. Kematian Kristus menyatakan kesucian Allah, karena hukuman maut terhadap dosa itu ditanggung oleh Kristus. Itu sebab Yesaya juga menulis di pasal yang sama: "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita" (Yes 53:5). Kematian Kristus memproklamirkan kemuliaan Allah yang tidak dapat dikompromikan oleh ulah manusia berdosa. Itulah sebabnya Allah bersuka atas buah penderitaan Kristus. Biarlah kebenaran ini menggetarkan hati kita untuk tiada habisnya mensyukuri Kristus yang mengambil tempat kita di atas kayu Salib untuk mempermuliakan Allah.

Alasan kedua mengapa Allah Bapa bersuka meremukkan AnakNya adalah karena ketaatan Anak kehendak BapaNya dengan sempurna diatas kayu salib. Di taman Getsemani, Yesus berdoa "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya" (Yoh 17:4). Sebagai manusia, Yesus menderita kesakitan yang luar biasa, dan ingin penderitaan itu berlalu dariNya. Namun Yesus adalah Allah Anak yang juga bersama Allah Bapa dan Allah Roh Kudus merencanakan salib dari kekekalan. Dia tahu misiNya datang ke dunia untuk mati. Mati dengan cara tidak hormat. Mati dengan hukuman paling brutal yang hanya diperuntukkan bagi seorang kriminal besar atau penghianat bangsa.

Sekitar 10 tahun lalu, saya mendengar seorang pendeta berkotbah memberi ilustrasi tentang seorang ayah yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga jembatan yang dioperasikan secara manual agar kereta api di atas jembatan dan kapal dibawah jembatan dapat lewat secara bergantian dengan aman. Suatu hari anaknya yang menemani ayah tersebut bertugas jatuh dan kakinya tersangkut pada roda besi yang berputar mengoperasikan jembatan tersebut. Pada detik saat ayahnya sadar anaknya berada disana, ia tahu ia harus menaikkan jembatan tersebut agar anaknya selamat. Namun pada detik yang sama sebuah kereta akan segera lewat. Ada dua pilihan yang si ayat dapat perbuat: Mengangkat jembatan sehingga anaknya bebas dari gilingan roda besi, namun seluruh penumpang kereta multi-gerbong itu akan mati. Atau membiarkan jembatan itu turun sehingga seluruh penumpang kereta selamat tetapi anaknya akan mati tergiling roda besi tsb. Ayahnya memilih opsi yang kedua. Sambil berlinang air mata, ia tetap menurunkan jembatan tersebut sambil matanya terpejam dengan air mata bercucuran mendengar teriakan menyayat hati dari mulut anak yang ia sangat kasihi tersebut.

Ilustrasi diatas sangat powerful, sangat moving, namun tidak akurat mengajarkan salib. Ketika Yesus berteriak, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku", teriakan memilukan tersebut adalah teriakan kemanusiaan Kristus, namun Kristus Yesus Anak Allah tahu bahwa itu harus terjadi bukan karena Ia dipaksa oleh BapaNya untuk dikorbankan. Tetapi Ia turut merencanakan itu dalam kekekalan. Ia tahu Ia datang ke dunia untuk menjadi tebusan bagi banyak orang. Paulus mencatat dalam Filipi 2:8-9 "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!"

Allah Bapa bersuka meremukkan AnakNya karena ketaatanNya sampai titik yang terakhir di atas kayu Salib menggenapi misiNya untuk mempermuliakan Bapa. Hari Kematian Kristus disebut sebagai GOOD Friday bukan karena manusia berdosa itu sangat berharga, sangat baik, sangat disayang Allah sampai-sampai Kristus mau mati baginya. Kematian Kristus itu GOOD karena di hari itu kemuliaan Allah didemonstrasikan dihadapan manusia berdosa, dihadapan Anda dan saya, sehingga kita sadar akan keberdosaan kita yang melahirkan maut, telah ditanggung oleh Anak Allah. Oleh bilur-bilurNya kita sembuh. Kematian Kristus memungkinkan kita untuk kembali memuliakan Allah. Inilah sukacita Allah. Mari kita tidak pernah lupa akan Salib Kristus.

No comments: