Mar 4, 2008

Mulut Busuk, Lidah Dusta, & Bibir Palsu

Iman Kristiani tidak hanya relevan dengan hal-hal yang besar dan global: Kemiskinan, Ketidakadilan sosial, AIDS, Global Warming, dst. Tetapi juga kepada hal-hal yang kecil, remeh, sepele, mundane dalam keseharian hidup kita. Ada sesuatu yang amat sangat salah jika ada seorang anak Tuhan yang adalah pejuang HAM kelas dunia bertarung melawan tirani membela rakyat kecil, namun ternyata dia punya wanita simpanan dan menilep uang organisasi (misal, Jesse Jackson). Bukankah kita akan heran mendengar seorang pendeta yang dipakai Tuhan dengan heran dalam skala internasional, memimpin jemaat puluhan ribu anggotanya, dan menjadi presiden dari organisasi Injili terbesar di dunia, namun memiliki hubungan seksual di luar nikah dengan seorang pelacur yang sesama jenis (misal, Ted Haggard)?

Itu sebab firman Tuhan menuntut kita memiliki transformasi hidup dari dalam keluar secara total. Kesaksian gereja Tuhan akan mandul bila para pemimpin Kristen hanya terlihat wah dan hebat di mata publik, namun rapuh dan busuk di dalam. Jika secara performance hebat, namun dalam pembentukan imannya, karakternya, being-nya tidak pernah tersentuh. Tidak pernah ditransformasi.

Inilah yang menjadi concern rasul Paulus saat dia menulis surat ke jemaat Efesus. Dia menulis tentang kontras antara manusia lama dan manusia baru dalam Ef 4:17-24: “Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata di dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan.” Lalu dalam ayat-ayat berikutnya dia memberi aplikasi praktis kontras tersebut dalam area-area keseharian hidup orang percaya: Perkataan, Emosi, Pekerjaan, dan Tingkah Laku.

DUSTA vs. KEBENARAN
Kata menanggalkan / put off dalam ayat 22 dipakai lagi di ayat 25. Ayat 22 adalah prinsipnya: Tanggalkan manusia lama. Ayat 25 itu aplikasi praktis: Tanggalkan dustamu.

Dari ayat 22 tersebut, kita tahu bahwa berkata bohong itu adalah salah satu karakteristik dari manusia lama yg menemui kebinasaaanya oleh nafsunya yang menyesatkan. Berdusta itu bukan karakteristik manusia baru, orang yang sudah dibangkitkan dari kematian rohani oleh dan bersama dgn Kristus. Kalau bohong 1x, 2x, ia jatuh dalam dosa tersebut dan cepat bertobat, itu masih bisa dipahami karena natur keberdosaan manusia. Namun kalau bohong jadi kebiasaan tiap hari, tiap saat, tiada hari tanpa bohong, dan tidak merasa itu dosa, maka Alkitab berkata bahwa orang itu pasti bukan orang Kristen meski ia ngaku Kristen, meskipun KTP nya Kristen. Mengapa?

Karena Yohanes 8:44 berkata bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta. Jadi org yg punya kebiasaan bohong itu berarti ia anak Iblis, bukan anak Tuhan. Wahyu 21:8 berkata, bahwa semua pendusta akan mendapat bagian dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang. Pendek kata, seorang pendusta yg kalau berdusta tidak merasa apa-apa sama seperti orang gosok gigi pasti bukan Kristen, dan akan masuk neraka.

Kita biasanya berbohong karena tidak mau kehilangan muka. Budaya Saving Face ini kuat sekali dalam budaya Timur. Daripada malu, mendingan bohong. Kita berkata kita sudah melakukan ini dan itu, kenal dengan si A dan si B, menguasai bidang C dan D, dst. Semua itu kita utarakan untuk menutupi ketidakmampuan yang tidak berani kita akui. Kita juga berbohong karena takut. Takut kehilangan teman. Takut tidak dapat order. Takut tidak dipromosikan. Alasan lain berbohong adalah serakah. Serakah akan uang, pujian, posisi, kuasa. Hal ini sangat jelas ditunjukkan oleh Ananias ketika dia ditegur oleh Petrus: "Ananias, why has Satan filled your heart to lie to the Holy Spirit?" (Kis 5:3). Lagi-lagi Setan ada dibalik dusta kita. Memang setiap kali kita berdusta, kita sedang dipakai oleh Setan. Kita jadi alat Setan melalui dusta yang kita anggap sepele. Apapun motivasi kita berdusta, kalau ada 1 hal yg jelas yg Alkitab katakan dengan dusta, itu adalah hal yang serius di mata Tuhan. Sebuah kekejian. Amsal 12:22 berkata Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN.

Sebaliknya, Paulus menulis bahwa sebagai manusia baru, kita bukan hanya harus berhenti berdusta. Etika Kristen adalah etika yang mentranformasi karakter seseorang sehingga tidak lagi berhenti melakukan hal yang negatif, yang berdosa dan menjadi 'netral'. Tetapi melampaui semua itu adalah hal yang positif, yang terpuji, dan menyenangkan Allah. Dalam hal ini "berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota." Dusta diantara sesama anggota tubuh sangat fatal akibatnya. Jika mata Anda berbohong pada tangan yang sedang mengendarai mobil, lalu mata berkata, "Ya, pindah jalur sekarang. Tidak ada mobil di sebelah. Sekarang!" Anda lalu pindah jalur dan tiba-tiba "BRAAAK!"

PERKATAAN KOTOR vs PERKATAAN MEMBANGUN
Masih seputar masalah lidah dan bibir, Paulus juga menulis di 4:29: "Jangan perkataanmu busuk, biarlah perkataanmu membangunorang lain." Busuk disini mengacu kepada buah yang sudah lewat tanggal, baunya sudah tidak sedap, dan rasanya mengerikan. Termasuk didalamnya adalah mengumpat, memakai nama Allah sembarangan, becanda hal-hal yang bernada seksual, berkata kasar, fitnah, dan memberi label pada orang lain. Saat kita mengutuki orang lain dengan label misalnya "Dasar GOBLOK!", kita sedang menghina PenciptaNya dan menganggap orang tersebut lebih rendah dari kita yang notabene sama-sama orang berdosa di mata Allah. Saya suka mendengar orang me-refer kepada individu2x tertentu, meski biasanya dengan maksud canda, dengan sebutan "Si Lugu (Lucu Goblok"), "Si Camen (Cacat Mental", "Si Tuek Ompong", dst. Demi Kristus, mari kita hentikan label-label tersebut.

Mulut yang busuk tidak bisa dibersihkan dengan sabun Lux atau pasta gigi Pepsodent, Yang mesti dibersihkan adalah hati, karena apa yang kebusukan mulut kita itu adalah luapan isi hati kita. Itu sebab butuh transformasi dari Allah untuk mengubah hati. Apalagi bila yang dibutuhkan adalah revolusi mulut kita dari bau busuk menjadi bau segar. Paulus berkata hendaklah perkataan kita membangun orang lain. Tidak cukup hanya stop berkata busuk. Dan tiap kali kita ngobrol, yang keluar dari mulut kita hanya small talks (cuaca, harga bensin, kabar si A dan si B, dst.). Karakteristik manusia baru adalah dia suka membangun orang lain dengan perkataannya. Dengan encouragement, afirmasi, penghibiran, nasihat, teguran dalam kasih. Mari kita teliti apakah perkataan kita pada umumnya cenderung busuk, netral, atau membangun?

Kesimpulan
Dalam gereja Tuhan hari ini, tidak terhitung lagi banyaknya anggota tubuh Kristus yang meninggalkan gereja karena merasa ditipu, dikecewakan, dan disakiti karena kalimat-kalimat kita yang mengandung dusta dan maksud jahat. Dan tidak sedikit gereja yang sesama anggotanya saling curiga, mudah tegang, dan sering konflik gara-gara pola ucapan mulut yang sering terdengar.

Kalau ada orang yang bilang, "Saya mau pelayanan di bidang musik dengan sungguh-sungguh mulai bulan depan." Antena kecurigaan kita langsung naik. "Hmm, ada udang jenis apa lagi di balik batu hatinya? Kenapa baru sekarang mau pelayanan? Mau cari untung apa dia? Apa kita berani percayakan pelayanan ini kepadanya? Jangan-jangan dia cuma ngomong doang, kayak dulu itu." Dalam relasi pelayanan seperti itu, gereja akan jalan di tempat, lumpuh dan tumpul dalam kesaksiannya.

Paulus menulis bahwa jika kita sungguh telah diperbarui oleh Kristus, maka tidak ada lagi dusta diantara sesama saudara seiman, bahkan tidak ada dusta sama sekali. Tidak ada perkataan kotor, yang mengecilkan dan menyakiti orang lain. Yang ada adalah perkataan yang jujur, terbuka, dan tulus, serta membangun, menggembalakan banyak orang. Biarlah doa pemazmur berikut menjadi doa kita bersama “Awasilah mulutku, ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku” (Mzm 141:3). Jika Tuhan menjadi penjaga pintu bibir kita, Dialah yang akan menentukan apa yang keluar dari mulut kita: Apakah karena takut dan serakah, dari mulut kita keluar dusta? Apakah perkataan kita mengeluarkan bau busuk, ataukah membangun orang lain?