Mar 30, 2008

Nikmat Allah meremukkan Anak-Nya

Intisari kotbah Jumat Agung saya minggu lalu:

Yesaya 53:10 adalah salah satu ayat yang mungkin kita anggap aneh kedengarannya, tidak pantas untuk ditaruh di Alkitab, dan tidak Kristiani. Bunyinya begini: "But the Lord was pleased to crush him" (NASB). Dalam King James version: "Yet it pleased the LORD to bruise him." Dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan sedikit berbeda, dan mungkin lebih halus: "Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." Bedanya adalah dalam terjemahan Indonesia, tidak muncul luapan emosi yang positif dari Allah Bapa saat Ia meremukkan AnakNya di kayu salib. Bahasa aslinya, Chaphets (baca khaw-fates), memang berarti 'to delight in, take pleasure in, to be pleased with', yang jelas menunjuk kepada sebuah sikap hati, sebuah respon emosi yang muncul.

Kalau begitu, bagaimana kita mengerti Allah Bapa menikmati melihat AnakNya diremukkan? Tidak heran ada yang seenaknya mengomentari ayat ini dan berkata bahwa ini adalah kasus Child Abuse yang paling menyedihkan yang pernah dilakukan seorang ayah terhadap anaknya.

Sebagai seorang ayah, saya mungkin bisa sedikit (sedikitttt sekali) memahami apa yang ada di hati Allah Bapa melihat AnakNya menjerit kesakitan di atas kayu yang kasar itu. Waktu anak saya yg pertama dititipkan di tempat penitipan anak (karena saya dan istri mesti kerja), di hari pertama ia menangis meronta-ronta tidak mau ditinggal dengan guru dan teman-temannya yang bagi dia adalah pure strangers. Sebelumnya saya dan istri telah diberitahu oleh gurunya bahwa hal tsb pasti akan terjadi, tetapi kami harus tegar sbg orang tua. Kami berusaha tegar, tapi saya dan istri menangis berdua ketika berjalan ke tempat parkir dan selama 5 menit berikutnya di mobil. Linangan air mata kami keluar mengingat pandangan mata anak kami yang memelas seakan berkata, "Jika engkau mengasihi aku, papa, mama, mengapa engkau meninggalkan aku di tempat ini?"

Saya yakin Allah Bapa juga menangis melihat Anaknya menderita di atas kayu salib. Jika Yesaya menulis Ia menikmati, Ia pasti bukan sedang menikmati melihat AnakNya sedang sekarat menahan perih dan pedih dan sakit yang amat sangat. Yang Ia nikmati bukan penderitaan AnakNya, tetapi BUAH dari penderitaan AnakNya. Ayat 10b berbunyi demikian: "When thou shalt make his soul an offering for sin, he shall see [his] seed, he shall prolong [his] days, and the pleasure of the LORD shall prosper in his hand." Kehendak Allah, keinginan hati Allah, apa yang menjadi kesenangan hati Allah, itu semua tergenapi melalui penderitaan AnakNya.

Apa yang Paulus tulis dalam Roma 3:25-26 membantu kita mengerti bagian ini: "Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus." Dari generasi ke generasi Allah dalam kesabarannya mengampuni dosa manusia. Dosa yang upahnya adalah maut tidak terjadi seketika pada manusia. Bandingkan Daud dengan Ananias dan Safira. Ketika Daud mengakui dosanya dihadapan Allah setelah ditegur Nabi Natan, Alkitab mencatat sbb "Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati" (2 Sam 2:13). Sementara Ananias dan Safira yang korup dalam persembahan mereka kepada Allah, ditegur Petrus, "Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah. Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu." (Kis 5:4-5). Pola mati instan karena dosa ini juga terjadi pada istrinya Safira.

Kalau kita fair, kita tahu bahwa yang seharusnya terjadi sebagai konsekuensi dosa adalah yang dialami Ananias dan Safira, bukan Daud. Namun itu tidak terjadi pada Anda dan saya bukan? Kalau kita masih bernafas hari ini, itu karena Allah sabar. Kesabaran Allah seringkali membuat kita meremehkan anugerah Allah, menganggap enteng kesucian Allah, seenaknya menginjak-injak kemuliaan Allah dengan dosa yang kita perbuat terus-menerus. Mengapa orang-orang Australia yang anggota keluarganya tewas dalam pemboman di Bali bbrp tahun lalu marah sekali melihat para pelaku pemboman tersebut tidak dijatuhi hukuman yang setimpal? Karena bagi mereka, itu mengecilkan nilai dan arti orang-orang yg mereka kasihi tersebut, seakan-akan nyawa mereka tidak ada harganya. Demikian juga bila seorang pembunuh bayaran yang mencoba membunuh seorang Presiden tidak dijatuhi hukuman setimpal, maka kita tahu bahwa nyawa Presiden tersebut tidaklah berharga atau dihargai. Saat Allah mengampuni dosa Anda dan saya dengan begitu mudah, betapa mudah kita lalu menyepelekan kesucian, keagungan, kemuliaan Allah. Dan Allah tahu itu terjadi. Dan Ia tidak ingin kemuliaanNya itu diremehkan dan diinjak-injak oleh orang berdosa.

Pengorbanan Kristus diatas kayu salib menyatakan kembali kemuliaan Allah. Kematian Kristus menyatakan kesucian Allah, karena hukuman maut terhadap dosa itu ditanggung oleh Kristus. Itu sebab Yesaya juga menulis di pasal yang sama: "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita" (Yes 53:5). Kematian Kristus memproklamirkan kemuliaan Allah yang tidak dapat dikompromikan oleh ulah manusia berdosa. Itulah sebabnya Allah bersuka atas buah penderitaan Kristus. Biarlah kebenaran ini menggetarkan hati kita untuk tiada habisnya mensyukuri Kristus yang mengambil tempat kita di atas kayu Salib untuk mempermuliakan Allah.

Alasan kedua mengapa Allah Bapa bersuka meremukkan AnakNya adalah karena ketaatan Anak kehendak BapaNya dengan sempurna diatas kayu salib. Di taman Getsemani, Yesus berdoa "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya" (Yoh 17:4). Sebagai manusia, Yesus menderita kesakitan yang luar biasa, dan ingin penderitaan itu berlalu dariNya. Namun Yesus adalah Allah Anak yang juga bersama Allah Bapa dan Allah Roh Kudus merencanakan salib dari kekekalan. Dia tahu misiNya datang ke dunia untuk mati. Mati dengan cara tidak hormat. Mati dengan hukuman paling brutal yang hanya diperuntukkan bagi seorang kriminal besar atau penghianat bangsa.

Sekitar 10 tahun lalu, saya mendengar seorang pendeta berkotbah memberi ilustrasi tentang seorang ayah yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga jembatan yang dioperasikan secara manual agar kereta api di atas jembatan dan kapal dibawah jembatan dapat lewat secara bergantian dengan aman. Suatu hari anaknya yang menemani ayah tersebut bertugas jatuh dan kakinya tersangkut pada roda besi yang berputar mengoperasikan jembatan tersebut. Pada detik saat ayahnya sadar anaknya berada disana, ia tahu ia harus menaikkan jembatan tersebut agar anaknya selamat. Namun pada detik yang sama sebuah kereta akan segera lewat. Ada dua pilihan yang si ayat dapat perbuat: Mengangkat jembatan sehingga anaknya bebas dari gilingan roda besi, namun seluruh penumpang kereta multi-gerbong itu akan mati. Atau membiarkan jembatan itu turun sehingga seluruh penumpang kereta selamat tetapi anaknya akan mati tergiling roda besi tsb. Ayahnya memilih opsi yang kedua. Sambil berlinang air mata, ia tetap menurunkan jembatan tersebut sambil matanya terpejam dengan air mata bercucuran mendengar teriakan menyayat hati dari mulut anak yang ia sangat kasihi tersebut.

Ilustrasi diatas sangat powerful, sangat moving, namun tidak akurat mengajarkan salib. Ketika Yesus berteriak, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku", teriakan memilukan tersebut adalah teriakan kemanusiaan Kristus, namun Kristus Yesus Anak Allah tahu bahwa itu harus terjadi bukan karena Ia dipaksa oleh BapaNya untuk dikorbankan. Tetapi Ia turut merencanakan itu dalam kekekalan. Ia tahu Ia datang ke dunia untuk menjadi tebusan bagi banyak orang. Paulus mencatat dalam Filipi 2:8-9 "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!"

Allah Bapa bersuka meremukkan AnakNya karena ketaatanNya sampai titik yang terakhir di atas kayu Salib menggenapi misiNya untuk mempermuliakan Bapa. Hari Kematian Kristus disebut sebagai GOOD Friday bukan karena manusia berdosa itu sangat berharga, sangat baik, sangat disayang Allah sampai-sampai Kristus mau mati baginya. Kematian Kristus itu GOOD karena di hari itu kemuliaan Allah didemonstrasikan dihadapan manusia berdosa, dihadapan Anda dan saya, sehingga kita sadar akan keberdosaan kita yang melahirkan maut, telah ditanggung oleh Anak Allah. Oleh bilur-bilurNya kita sembuh. Kematian Kristus memungkinkan kita untuk kembali memuliakan Allah. Inilah sukacita Allah. Mari kita tidak pernah lupa akan Salib Kristus.

Isaiah 53

I delivered my Good Friday sermon 8 days ago from Isaiah 53:10, but only today do I find this very creative presentation of Isaiah 53 at YouTube. Should have shown the video then. Good stuff!

Doa tentang Berdoa

Sebuah doa yang thoughtful dari John Leonard, Professor of Practical Theology, Westminster Theological Seminary.

Mar 28, 2008

Orang Kristen 50%

Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara (Ef 6:10-12).

Douglas Hyde, seorang eks-anggota partai komunis yang lalu bertobat menjadi Kristen dalam bukunya Dedication and Leadership memaparkan beda yang menyolok antara orang komunis dan orang Kristen, yaitu bahwa setiap orang komunis selalu berusaha untuk "being one hundred percenters in the world of fifty percenters", sementara orang Kristen mayoritas adalah fifty-percenter! Saya kira tidak terlalu berlebihan kalau dikatakan bahwa gereja Tuhan hari ini dipenuhi oleh orang Kristen 50%.

Di abad ke-21 ini, gereja Tuhan semakin tidak berdampak pada dunia, dan anak-anak Tuhan hanya menjadi bahan tertawaan si Iblis. Mengapa? Karena kita tidak memiliki konfiksi iman yang mestinya secara radikal mentransformasi hidup setiap orang percaya. Kita hanya segerombolan fifty percenters di dalam dunia ini (dan seharusnya malu dengan orang-orang komunis yang ateis).

Kristus Yesus yang kita sembah dan layani dan ikuti adalah seorang one hundred percenter. Kepada murid-murid-Nya Ia berkata, "Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Pengorbanan adalah tanda paling konkrit dan jelas tentang konfiksi hidup seseorang. Dalam teks kita hari ini, rasul Paulus memberitahu jemaat Efesus tiga konfiksi yang ia miliki dalam pelayanannya:

1. Hidup adalah Peperangan
Hidup orang Kristen adalah peperangan melawan kuasa kegelapan. Bukankah saat menerima Kristus, kita memiliki kedamaian hidup? Benar! Namun saat kita berdamai dengan Allah melalui Kristus, seketika itu kita memulai peperangan dengan roh-roh jahat (Yohanes 15:18-25). Metafora militer ini juga dipakai Paulus dalam surat pastoralnya kepada Timotius, yaitu bahwa kita adalah serdadu Kristus (2 Timotius 2:3-4). Kristus sendiri memulai pelayananNya dengan perang melawan godaan Iblis di padang gurun (Matius 4:1-17), dan dengan perang juga Ia mengakhirinya di taman Getsemani (Lukas 22:39-46). Bahkan 3.5 tahun pelayananNya diantara Perang Padang Gurun dan Perang Getsemani juga adalah perang melawan si Jahat.

Demikian pula hidup kita sebagai pengikut Kristus, kita berdiri di tengah-tengah medan pertempuran di dalam dimensi rohani yang tidak terlihat oleh kasat mata. Jangan pernah berpikir bahwa jika sudah lama kita pelayanan, maka otomatis pelayanan kita semakin sempurna, semakin berkenan pada Tuhan. Justru semakin kita giat melayani Allah, semakin gencar Iblis melancarkan serangannya menghancurkan motivasi kita melayani Tuhan, mematahkan semangat kasih kita kepadaNya.

2. Allah itu Berdaulat
Dalam hidup berperang tersebut, kita perlu ingat bahwa Allah berdaulat. Kristus Yesus sudah menang di atas kayu salib atas maut, tetapi kemenanganNya belum final sampai Ia datang kedua kali; itu sebab masih ada duka dan air mata di dunia. Perjuangan di dalam perang ini bukan melawan darah atau pun daging (Efesus 6:12). Pernyataan ini luar biasa, karena keluar dari seorang yang menderita dalam darah dan daging dalam pelayanannya. Difitnah, dipenjara, dicambuk, dagingnya terkoyak dan darahnya terkucur karena ulah manusia-manusia yang terbuat dari darah dan daging. Bahkan dia dimusuhi oleh orang-orang yang ia sendiri layani dengan segenap hati. Namun Paulus tahu bahwa dibalik semua perbuatan jahat tersebut adalah si Iblis. Mata rohaninya mampu menembus tindakan jahat mereka yang kasat mata dan melihat pekerjaan Iblis dibalik semua itu. Itulah sebab ia tidak patah semangat, bersungut-sungut, atau mencaci-maki mereka. Ia tahu bahwa Allah yang ia layani adalah Allah yang berdaulat. Inilah konfiksi seorang a hundred percenter.

3. Saya adalah instrumen Allah
Disaat kita mengerti bahwa hidup ini adalah peperangan yang sulit, dan menyadari bahwa semua duka dan derita di dalamnya tidak lepas dari pemeliharaan Allah, kita harus bertanya apa peran kita di dalam peperangan ini. Paulus berkata "hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya" (Efesus 6:10). Dalam hidup ini tentu ada kebutuhan dan rutinitas hidup yang kita mesti penuhi: pekerjaan, kuliah, dan rumah tangga. Namun mari kita tidak melupakan the big picture hidup kita: Menyatakan kemuliaan Allah dalam segala dimensi kehidupan kita. Dan itu berarti peperangan dengan si Iblis seumur hidup kita. Namun puji Tuhan! Allah telah menyediakan setiap senjata perang untuk kita menang! Dan seperti ditulis dalam lagu hymn kita menyatakan: "Yesus yang memimpin umatNya menang. Mari kita kikis habis kuasa Setan!"

Belajar dibawah D.A. Carson

Seorang mentor saya, staff Navigators di US, suatu kali memberi sebuah nasihat yang belakangan saya sadari ternyata berpengaruh besar dalam tahap-tahap awal perjalanan iman saya. "Sen, everything that's written by John Stott, buy it, read it." Saya ingin mengadopsi nasihat tersebut dan merekomendasi karya-karya seorang teolog yang paling berpengaruh di abad ini, Donald A. Carson. Penulis produktif ini menghasilkan karya yang bukan hanya solid dalam eksegesis, tetapi juga kaya secara pastoral dan aplikasi praktis.

Saran saya: "everything that's written by D.A. Carson, buy it, read it." Berikut daftar buku yg ia tulis. Beberapa saya sudah punya, khususnya eksposisi, sisanya masuk dalam 'wishlist' saya:

Carson, D. A. “Accept No Substitutes: Six Reasons Not to Abandon Expository Preaching,” Leadership 17 (1996): 87–88.
__________. A Call to Spiritual Reformation: Priorities from Paul and His Prayers. Grand Rapids: Baker, 1992.
__________. The Cross and Christian Ministry: An Exposition of Passages from 1 Corinthians. Grand Rapids: Baker, 1993.
__________. Divine Sovereignty and Human Responsibility: Biblical Perspectives in Tension. Atlanta: John Knox, 1981.
__________. Exegetical Fallacies. 2d ed. Grand Rapids: Baker, 1996.
__________. The Farewell Discourse and Final Prayer of Jesus: An Exposition of John 14–17. Grand Rapids: Baker, 1980.
__________. For the Love of God. 2 vols. Wheaton, Ill.: Crossway, 1998 and forthcoming.
__________. From Triumphalism to Maturity: An Exposition of 2 Corinthians 10–13. Grand Rapids: Baker, 1984.
__________. The Gagging of God: Christianity Confronts Pluralism. Grand Rapids: Zondervan, 1996.
__________. The Gospel according to John. Grand Rapids: Eerdmans, 1991.
__________. Greek Accents: A Student’s Manual. Grand Rapids: Baker, 1985.
__________. Holy Sonnets of the Twentieth Century. Grand Rapids: Baker, 1994.
__________. How Long, O Lord? Reflections on Suffering and Evil. Grand Rapids: Baker, 1990.
__________. The Inclusive Language Debate. Grand Rapids: Baker, 1999.
__________. The King James Version Debate: A Plea for Realism. Grand Rapids: Baker, 1979.
__________. “Matthew.” In Expositor’s Bible Commentary, edited by Frank E. Gaebelein, 8:1–599. Grand Rapids: Zondervan, 1984.
__________. New Testament Commentary Survey. 4th ed. Grand Rapids: Baker, 1993.
__________. “Preaching That Understands the World.” In When God’s Voice Is Heard, edited by Christopher Green and David Jackman, 145–59. Leicester: Inter-Varsity, 1995.
__________. The Sermon on the Mount: An Evangelical Exposition of Matthew 5–7. Grand Rapids: Baker, 1978.
__________. Showing the Spirit: A Theological Exposition of 1 Corinthians 12–14. Grand Rapids: Baker, 1987.
__________. When Jesus Confronts the World: An Exposition of Matthew 8–10. Grand Rapids: Baker, 1987.
Carson, D. A., ed. Biblical Interpretation and the Church: Text and Context. Grand Rapids: Baker, 1993.
__________. The Church in the Bible and the World: An International Study. Grand Rapids: Baker, 1988.
__________. From Sabbath to Lord’s Day. Grand Rapids: Zondervan, 1982.
__________. Right with God: Justification in the Bible and the World. Grand Rapids: Baker, 1992.
__________. Teach Us to Pray: Prayer in the Bible and the World. Grand Rapids: Baker, 1990.
__________. Worship: Adoration and Action. Grand Rapids: Baker, 1993.
Carson, D. A., Leon Morris, and Douglas J. Moo. An Introduction to the New Testament. Grand Rapids: Zondervan, 1991.
Carson, D. A., and Stanley E. Porter, eds. Biblical Greek Language and Linguistics: Open Questions in Current Research. Sheffield: JSOT, 1993.
__________. Discourse Analysis and Other Topics in Biblical Greek. Sheffield: JSOT, 1995.
__________. Linguistics and the New Testament: Critical Junctions. Sheffield: JSOT, forthcoming.
Carson, D. A., and H. G. M. Williamson, eds. It Is Written: Scripture Citing Scripture. New York: Cambridge University Press, 1988.
Carson, D. A., and John D. Woodbridge, eds. God and Culture. Grand Rapids: Eerdmans, 1993.
__________. Hermeneutics, Authority, and Canon. Grand Rapids: Zondervan, 1986.
__________. Scripture and Truth. Grand Rapids: Zondervan, 1983.

Mar 27, 2008

Surat Cinta Mbak Sum

Consider it blessed if for 10 junk emails you receive in your mailbox, you've got one that makes you seriously laugh. Here is an example my wife received. It's multi-lingual. It's hillarious for those who understand Indo, weird for those who don't.

SURAT CINTA MBAK SUM

Sum, pembantu Nyonya menteri, bermaksud memutuskan hubungan dengan kekasihnya seorang bule dari Amerika bernama Robbien, akan tetapi dia tak sanggup untuk bertemu muka dengan kekasihnya. Sum menulis surat dengan berbekal pengetahuan bahasa Inggris & kamus tebal.

Hi Robbie, with this letter I want to give know you (hai Robbie, bersama surat ini saya ingin memberitahu kamu ). I want to cut connection us. (saya ingin memutuskan hubungan kita) I have think this very cook cook. (saya telah memikirkan hal ini masak masak) I know my love only clap half hand. (saya tahu cinta saya hanya bertepuk sebelah tangan)

Correctly, I have see you go with a woman entertainment at town with my eyes and head myself. (sebenarnya, saya telah melihat kamu pergi bersama seorang wanita penghibur dI kota dengan mata kepala saya sendiri) You always ask apology back back times. (kamu selalu minta maaf berulang ulang kali) You eyes drop tears crocodile. (matamu mencucurkan airmata buaya) You correct correct a man crocodile land. (kamu benar-benar seorang lelaki buaya darat) My Friend speak you play fire. (teman saya bilang kamu bermain api) Now I know you correct correct play fire. (sekarang saya tahu kamu benar benar bermain api)

So, I break connection and pull body from love triangle this. (jadi, saya putuskan hubungan dan menarik diri dari cinta segitiga ini) I know result I pick this very correct, because you love she very big from me. (saya tahu keputusan yang saya ambil ini benar, karena kamu mencintai dia lebih besar dari saya)

But I still will not go far far from here. (namun saya tetap tidak akan pergi jauh-jauh dari sini) I don't want you play play with my liver. (saya tidak ingin kamu main-main dengan hati saya) I have been crying night night until no more eye water thinking about your body. (saya menangis bermalam-malam sampai tidak ada lagi airmata memikirkan dirimu) I don't want to sick my liver for two times. (saya tidak mau sakit hati untuk kedua kalinya)

Safe walk, Robbie. (selamat jalan, Robbie)

Sign.... (tertanda)
Girl friend of your liver. (kekasih hatimu)

Note:
This river I forgive you, next river I kill you ! (kali ini aku maafkan kamu, kali lain kubunuh kau !)

Mar 26, 2008

Sukses itu Apa?

Seorang mahasiswa PhD saya memberi link pada artikel berikut dari Fortune.com berjudul Confessions of A CEO. Sebuah drama kehidupan seorang top exec bernama Dominic Orr yang menceritakan sulitnya meraih 'balance' antara kerja dan keluarga dalam dunia yang ultra-kompetitif ini.

Cerita ini akan menolong kita untuk melihat jauh ke dalam hati kita sendiri dan bertanya: Apa arti sukses bagi saya? Jika hebat di kantor, hancur di rumah, apakah itu sukses? Dan untuk meraih sukses berdasar definisi saya tersebut, berapa harga yang saya rela bayar? Dimana Tuhan dalam semua itu?

Spiritualitas Pemimpin Gereja

Dr Murray Capill, Principal dari Reformed Theological College yg baru menjabat 1 Januari 2008 lalu, menulis sebuah artikel pendek mengulas pemikiran Richard Baxter tentang spiritualitas pemimpin gereja. Dalam artikel tersebut, Capill menulis bahwa Baxter sangat menekankan integrasi antara hidup spiritualitas dan keefektifan seorang pendeta, pengkotbah, atau pemimpin gereja. Berikut elaborasi dari tesis tersebut:
[Baxter] warned against the dangers of cold professionalism in which a man may prepare a message without preparing his own heart, pray for success in ministry but not for personal sanctification, convict others of sin but never face squarely his own sins, take an interest in the study and proclamation of God’s Word without ever coming under its power and influence in his own life.

Artikel lengkapnya ada disini.

Buku Rohani Terbaik tahun 2008

Christianity Today setiap tahun membuat peringkat buku-buku terbaik dalam setiap kategori (apologetika, Christian living, dst.). Tahun 2008 ini, ada 359 judul yang di-nominasi-kan oleh penerbit yg muncul di pasar tahun kemarin. Editor Christianity Today memilih buku-buku terbaik dalam setiap kategori, yang kemudian di-vote oleh sebuah panel.

Hasil akhirnya adalah 10 buku yang keluar sbg pemenang, dan 11 buku yang memperoleh awards of merit sbb. Deskripsi ttg buku-buku tersebut ada disini.

Mar 25, 2008

ICC Easter Camp 08: HAPPIER

Foto disebelah adalah wajah gembira para peserta Camp Paskah gereja kami Good Friday-Easter Sunday kemarin di Ballarat. Tahun ini camp kami mengambil tema HAPPIER dan sub-tema "Delight yourself in the Lord." Pembicara utama adalah Ev Ronald Oroh, yang memang mendalami teologi kenikmatan. Lihat blognya disini.

Ada beberapa hal menarik yang saya catat dalam buku catatan tentang proses persiapan, insights dari sesi, dan berbagai hal lainnya:

1. Di saat-saat terakhir menjelang camp, Allah secara ajaib memimpin kami untuk pindah tempat camp. Dari sebuah tempat yg kurang layak pakai ke tempat yang super mewah untuk sebuah camp gereja: Midcity Hotel di Ballarat. Keajaiban tersebut muncul dalam berbagai bentuk: Heavily discounted price, Free use of conference room, In-house Malaysian chef who cooks 5-7 dishes for lunch and dinner (termasuk kangkung belachan, telur bali, mee siam, pork string bean, etc). Semua peserta langsung HAPPIER!

2. Sesi Pembukaan adalah Kebaktian Jumat Agung yg saya pimpin. Terkait dengan tema camp, saya membahas dari Yesaya 53:10 "It pleased the Lord to bruise him." Ayat yg kedengaran kontroversial ini bukan berbicara ttg child abuse, namun tentang bagaimana Salib menyatakan kemuliaan Allah kembali dihadapan manusia dan ketaataan AnakNya menggenapi kehendak Bapa untuk mati menggantikan manusia berdosa sebagaimana ditetapkan dalam kekekalan.

3. Sesi Ke-1 sampai Ke-6 berbicara tentang What is Enjoyment?, Where is God when I enjoy?, Where am I where God enjoys? How to enjoy God, Forever enjoy, How to Enjoy God's Blessings. Ada bbrp hal menarik yang Ronald sampaikan:
- Allah kita adalah Sang Penikmat Akhir. Dia menikmati diriNya sendiri dan segala sesuatu yang Ia ciptakan. Bahkan Ia berhenti di hari ke-7 untuk menikmati ciptaanNya.
- Dia sebenarnya tidak perlu makluk lain diluar diriNya untuk menikmati, namun Ia mau share kenikmatan dengan manusia ciptaanNya.
- Berkat-berkat Allah yang Ia berikan kepada kita perlu kita nikmati. Saat kita tidak menikmati, itu berarti kita menghina Allah Sang Pencipta dan Pemberi Berkat. Namun jangan lupa bahwa berkat-berkat tersebut hanyalah alat, hanyalah appetizer untuk membawa kita kepada kenikmatan yang jauh lebih tinggi, yaitu Allah sendiri. Jadi setiap kali kita makan enak (misal, sate ayam dan es kelapa muda), mari kita belajar untuk mengingat Allah saat mengunyah sate tersebut. Jika sate ayam ini yg cuma berkat Nya nikmat sekali, apalagi kenikmatan yg kita dapat miliki dari Allah.
- Konteks eksternal semestinya tidak menghalangi kita untuk menikmati Allah. Paulus menulis dalam kondisi lapar dan kenyang, dia belajar untuk mencukupkan diri dalam segala hal dan melihat Allah didalam semua itu. Jadi menikmati Allah seharusnya kita lakukan dalam kondisi suka maupun duka, kelebihan maupun kekurangan.

Untuk melihat insights lain dari Ronald ttg kenikmatan, silakan kunjungi e-booknya Mari Menikmati.

Video Talk of Tim Keller @ Google

Dr Tim Keller, gembala sidang dari Redeemer Presbyterian Church New York, baru-baru ini menerbitkan sebuah buku baru, The Reasons for God: Belief in an Age of Skepticism. Dunia blog Kristen sedang heboh karena buku ini. Pasalnya, buku ini sekarang sedang bertengger di nomer 7 di New York's Bestseller List.

Keller adalah salah seorang pengkotbah yg saya kagumi karena meskipun dia seorang baby-boomer preacher tetapi memiliki kemampuan untuk menjangkau GenX-ers dan GenY-ers tanpa mengkompromikan Injil. Buku ini barangkali paling mendekati CS Lewis' Mere Christianity yang pas untuk abad ke-21. Berikut motivasi Keller menulis buku ini sebagai seorang hamba Tuhan yang melayani masyarakat New York yang sangat sophisticated, postmodern, and secular.
However, the issues in the public discourse around Christianity have become much more complex than they were in the mid and late 20th century. The questions are now not just philosophical (e.g. Is there evidence for God's existence? They are also now cultural (Doesn't strong faith make a multicultural society impossible?), political (Doesn't orthodox religion undermine freedom?) and personal. Also fifty years ago, when C.S. Lewis was writing, there was general agreement that rational argument and empirical method were the best ways to discover truth. That consensus has vanished. Today there are deep disagreements over how we know things and how certain we can be about anything.

Dr Keller diundang ke Google (yes, GOOGLE the company) untuk berbicara tentang bukunya. Video YouTube selama 61:07 ini mengikuti outline 3 item berikut:
1. Why the reasons for God are important
2. How the reasons for God work
3. What the reasons for God are

Mar 18, 2008

Love is Patient and Kind

I recently sat in a wedding service and mentally took note of the following two points:

First, "Love is patient", said the Minister to the married couple. God's patience has been continually shown to his people, as seen both in the Old and New Testament. This character of God ought to be that of the husband and wife. In a married life, there will be times where everything seems to work out well. Career is great, relationship is fantastic, etc. But the strength of a husband-wife relationship is tested not on those times. Rather it's during the times where the husband does something that falls out the expectation of the wife, and vice versa. Something hurtful, something stupid, something sinful. In those difficult times, would the husband and the wife be ready to show great patience, and forgive, understanding that God's patience is overflowing in their own life.

Second, "Love is kind". God has also been very generous. His generosity was greatly expressed throughout his dealing with the Israelites, and demonstrated in concrete in the death of his son, Jesus Christ. Saying "I do" in a marriage is a serious stuff. Because everything we have accomplished in our lives, our upbringings and training, our family values and patterns, everything that makes up who we are, including our material possessions, all of them are wrapped as one gift and we give it to our husband/wife. Each gives himself or herself to another. That...is a Christian marriage.

Mar 11, 2008

Next Generation Leaders @ Wheatstone Academy

Baru-baru ini saya tersandung di dunia maya dan bertemu dgn Wheatstone Academy, yang menyelenggarakan program pembinaan untuk "the next generation of Christian leaders." Pelayanan ini dimulai oleh dua orang usahawan yang memiliki konfiksi melihat 50% dari mahasiswa di berbagai universitas di Amerika berhenti berbakti di gereja. Yang menarik dari program mereka adalah tekanan pada mandat budaya dan servant leadership, dua hal yang telah lama menggetarkan hati saya. Berikut VIDEO ttg program mereka (12:39).

Mar 10, 2008

New Book: Beyond Opinion

Sebuah buku yg baru terbit tahun 2007 kemarin tentang apologetika yang di-edit oleh seorang pakar dibidangnya, Dr Ravi Zacharias, berjudul Beyond Opinion: Living the Faith We Defend. Buku ini layak beli bagi mereka yang rindu untuk diperlengkapi untuk dapat hidup dengan konfiksi terhadap iman Kristen yang seringkali diminta pertanggungjawabannya oleh dunia.

Berikut teaser dari Penerbitnya:
Respected apologist Ravi Zacharias was once sharing his faith with a Hindu when the man asked: "If the Christian faith is truly supernatural, why is it not more evident in the lives of so many Christians I know?" The question hit hard, and this book is an answer. Its purpose is to equip Christians everywhere to simultaneously defend the faith and be transformed by it into people of compassion. In addition to writing several chapters himself, Ravi Zacharias brings together many of today's leading apologists and Christian teachers, including Alister McGrath and John Lennox, to address topics present in the very future of worldwide Christianity-from the process of spiritual transformation to the challenges posed by militant atheism and a resurgent Islam. Destined to become a classic, Beyond Opinion is a touchstone that will affect Christians around the world.

Bagi yang masih penasaran, silakan baca dulu dua chapter yang tersedia free dari website RZIM:
Intro Chapter dari Ravi Zacharias berjudul An Apologetic for Apologetics

Artikel dari staff RZIM L.T. Jeyachandran berjudul: The Trinity as a Paradigm for Spiritual Transformation

Gerakan Emerging dan Emergence Church

Salah satu perdebatan yang sedang menghangat saat ini adalah seputar Emerging Church Movement. Gerakan yang lahir sebagai respon gereja terhadap pengaruh posmodernisme ini ternyata tidak unison, tapi muncul dalam spektrum yang cukup luas. Gerakan ini dipersepsi akan semakin mewarnai, membentuk, dan mengubah wajah Kekristenan di abad 21, khususnya di Amerika (yang lalu akan dieksport ke berbagai negara lain).

Apa itu Emerging church? Apa bedanya dengan Emergence? Apa yang mereka ajarkan, dan apakah berbeda dengan confession of faith seperti Westminster Catechism? Dan apakah gerakan ini diwakili oleh Brian McLaren saja, bgmana dengan Scot McKnight atau Mark Driscoll? Meski sekarang sudah ada Wikipedia entry tentang topik ini, berikut beberapa resources reliable di web yang saya temukan lebih informatif dan edukatif untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas:

C Michael Patton membuat mapping gerakan Emerging dan berbagai filosofi mereka. Menurut Patton ada 4 kategori yg muncul: Fundamentalist, Evangelical, Emerging, dan Emergent.

Scot Mcknight menulis sebuah artikel di Christianity Today, juga mencoba memetakan gerakan ini. McKnight melihat ada 5 golongan terkait dgn posisi teologia mereka thd gerakan ini: Propheticl, Postmodern, Praxis-oriented, Post-evangelical, dan Political.

Interview Religion & Ethics NewsWeekly dengan D.A. Carson tentang Emerging Church movement terkait dengan peluncuran bukunya.

Albert Mohler menulis review terhadap buku evangelical scholar D.A. Carson tentang Emerging Church berjudul:Becoming Conversant with the Emerging Church.

Mar 6, 2008

Good Blogs

Just in case you never come across this stats, there are 90 million blogs on the web. It would be insane to even try to scan them all. Thankfully, people like Tony Morgan has listed his 25 Blogs Tony Can't Live Without. Unlike Tony, I can still live without them, but his list does contain some good blogs.

Powerful PowerPoint

If you are like me, you will be using powerpoint very often. In my case, it's at least three times a week in classrooms and at the church. Reading these tips from SlideShare below made me realize how I have bored so many people to death (slowly) with my powerpoint slides in the last 10 years.


Mar 4, 2008

Mulut Busuk, Lidah Dusta, & Bibir Palsu

Iman Kristiani tidak hanya relevan dengan hal-hal yang besar dan global: Kemiskinan, Ketidakadilan sosial, AIDS, Global Warming, dst. Tetapi juga kepada hal-hal yang kecil, remeh, sepele, mundane dalam keseharian hidup kita. Ada sesuatu yang amat sangat salah jika ada seorang anak Tuhan yang adalah pejuang HAM kelas dunia bertarung melawan tirani membela rakyat kecil, namun ternyata dia punya wanita simpanan dan menilep uang organisasi (misal, Jesse Jackson). Bukankah kita akan heran mendengar seorang pendeta yang dipakai Tuhan dengan heran dalam skala internasional, memimpin jemaat puluhan ribu anggotanya, dan menjadi presiden dari organisasi Injili terbesar di dunia, namun memiliki hubungan seksual di luar nikah dengan seorang pelacur yang sesama jenis (misal, Ted Haggard)?

Itu sebab firman Tuhan menuntut kita memiliki transformasi hidup dari dalam keluar secara total. Kesaksian gereja Tuhan akan mandul bila para pemimpin Kristen hanya terlihat wah dan hebat di mata publik, namun rapuh dan busuk di dalam. Jika secara performance hebat, namun dalam pembentukan imannya, karakternya, being-nya tidak pernah tersentuh. Tidak pernah ditransformasi.

Inilah yang menjadi concern rasul Paulus saat dia menulis surat ke jemaat Efesus. Dia menulis tentang kontras antara manusia lama dan manusia baru dalam Ef 4:17-24: “Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata di dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan.” Lalu dalam ayat-ayat berikutnya dia memberi aplikasi praktis kontras tersebut dalam area-area keseharian hidup orang percaya: Perkataan, Emosi, Pekerjaan, dan Tingkah Laku.

DUSTA vs. KEBENARAN
Kata menanggalkan / put off dalam ayat 22 dipakai lagi di ayat 25. Ayat 22 adalah prinsipnya: Tanggalkan manusia lama. Ayat 25 itu aplikasi praktis: Tanggalkan dustamu.

Dari ayat 22 tersebut, kita tahu bahwa berkata bohong itu adalah salah satu karakteristik dari manusia lama yg menemui kebinasaaanya oleh nafsunya yang menyesatkan. Berdusta itu bukan karakteristik manusia baru, orang yang sudah dibangkitkan dari kematian rohani oleh dan bersama dgn Kristus. Kalau bohong 1x, 2x, ia jatuh dalam dosa tersebut dan cepat bertobat, itu masih bisa dipahami karena natur keberdosaan manusia. Namun kalau bohong jadi kebiasaan tiap hari, tiap saat, tiada hari tanpa bohong, dan tidak merasa itu dosa, maka Alkitab berkata bahwa orang itu pasti bukan orang Kristen meski ia ngaku Kristen, meskipun KTP nya Kristen. Mengapa?

Karena Yohanes 8:44 berkata bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta. Jadi org yg punya kebiasaan bohong itu berarti ia anak Iblis, bukan anak Tuhan. Wahyu 21:8 berkata, bahwa semua pendusta akan mendapat bagian dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang. Pendek kata, seorang pendusta yg kalau berdusta tidak merasa apa-apa sama seperti orang gosok gigi pasti bukan Kristen, dan akan masuk neraka.

Kita biasanya berbohong karena tidak mau kehilangan muka. Budaya Saving Face ini kuat sekali dalam budaya Timur. Daripada malu, mendingan bohong. Kita berkata kita sudah melakukan ini dan itu, kenal dengan si A dan si B, menguasai bidang C dan D, dst. Semua itu kita utarakan untuk menutupi ketidakmampuan yang tidak berani kita akui. Kita juga berbohong karena takut. Takut kehilangan teman. Takut tidak dapat order. Takut tidak dipromosikan. Alasan lain berbohong adalah serakah. Serakah akan uang, pujian, posisi, kuasa. Hal ini sangat jelas ditunjukkan oleh Ananias ketika dia ditegur oleh Petrus: "Ananias, why has Satan filled your heart to lie to the Holy Spirit?" (Kis 5:3). Lagi-lagi Setan ada dibalik dusta kita. Memang setiap kali kita berdusta, kita sedang dipakai oleh Setan. Kita jadi alat Setan melalui dusta yang kita anggap sepele. Apapun motivasi kita berdusta, kalau ada 1 hal yg jelas yg Alkitab katakan dengan dusta, itu adalah hal yang serius di mata Tuhan. Sebuah kekejian. Amsal 12:22 berkata Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN.

Sebaliknya, Paulus menulis bahwa sebagai manusia baru, kita bukan hanya harus berhenti berdusta. Etika Kristen adalah etika yang mentranformasi karakter seseorang sehingga tidak lagi berhenti melakukan hal yang negatif, yang berdosa dan menjadi 'netral'. Tetapi melampaui semua itu adalah hal yang positif, yang terpuji, dan menyenangkan Allah. Dalam hal ini "berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota." Dusta diantara sesama anggota tubuh sangat fatal akibatnya. Jika mata Anda berbohong pada tangan yang sedang mengendarai mobil, lalu mata berkata, "Ya, pindah jalur sekarang. Tidak ada mobil di sebelah. Sekarang!" Anda lalu pindah jalur dan tiba-tiba "BRAAAK!"

PERKATAAN KOTOR vs PERKATAAN MEMBANGUN
Masih seputar masalah lidah dan bibir, Paulus juga menulis di 4:29: "Jangan perkataanmu busuk, biarlah perkataanmu membangunorang lain." Busuk disini mengacu kepada buah yang sudah lewat tanggal, baunya sudah tidak sedap, dan rasanya mengerikan. Termasuk didalamnya adalah mengumpat, memakai nama Allah sembarangan, becanda hal-hal yang bernada seksual, berkata kasar, fitnah, dan memberi label pada orang lain. Saat kita mengutuki orang lain dengan label misalnya "Dasar GOBLOK!", kita sedang menghina PenciptaNya dan menganggap orang tersebut lebih rendah dari kita yang notabene sama-sama orang berdosa di mata Allah. Saya suka mendengar orang me-refer kepada individu2x tertentu, meski biasanya dengan maksud canda, dengan sebutan "Si Lugu (Lucu Goblok"), "Si Camen (Cacat Mental", "Si Tuek Ompong", dst. Demi Kristus, mari kita hentikan label-label tersebut.

Mulut yang busuk tidak bisa dibersihkan dengan sabun Lux atau pasta gigi Pepsodent, Yang mesti dibersihkan adalah hati, karena apa yang kebusukan mulut kita itu adalah luapan isi hati kita. Itu sebab butuh transformasi dari Allah untuk mengubah hati. Apalagi bila yang dibutuhkan adalah revolusi mulut kita dari bau busuk menjadi bau segar. Paulus berkata hendaklah perkataan kita membangun orang lain. Tidak cukup hanya stop berkata busuk. Dan tiap kali kita ngobrol, yang keluar dari mulut kita hanya small talks (cuaca, harga bensin, kabar si A dan si B, dst.). Karakteristik manusia baru adalah dia suka membangun orang lain dengan perkataannya. Dengan encouragement, afirmasi, penghibiran, nasihat, teguran dalam kasih. Mari kita teliti apakah perkataan kita pada umumnya cenderung busuk, netral, atau membangun?

Kesimpulan
Dalam gereja Tuhan hari ini, tidak terhitung lagi banyaknya anggota tubuh Kristus yang meninggalkan gereja karena merasa ditipu, dikecewakan, dan disakiti karena kalimat-kalimat kita yang mengandung dusta dan maksud jahat. Dan tidak sedikit gereja yang sesama anggotanya saling curiga, mudah tegang, dan sering konflik gara-gara pola ucapan mulut yang sering terdengar.

Kalau ada orang yang bilang, "Saya mau pelayanan di bidang musik dengan sungguh-sungguh mulai bulan depan." Antena kecurigaan kita langsung naik. "Hmm, ada udang jenis apa lagi di balik batu hatinya? Kenapa baru sekarang mau pelayanan? Mau cari untung apa dia? Apa kita berani percayakan pelayanan ini kepadanya? Jangan-jangan dia cuma ngomong doang, kayak dulu itu." Dalam relasi pelayanan seperti itu, gereja akan jalan di tempat, lumpuh dan tumpul dalam kesaksiannya.

Paulus menulis bahwa jika kita sungguh telah diperbarui oleh Kristus, maka tidak ada lagi dusta diantara sesama saudara seiman, bahkan tidak ada dusta sama sekali. Tidak ada perkataan kotor, yang mengecilkan dan menyakiti orang lain. Yang ada adalah perkataan yang jujur, terbuka, dan tulus, serta membangun, menggembalakan banyak orang. Biarlah doa pemazmur berikut menjadi doa kita bersama “Awasilah mulutku, ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku” (Mzm 141:3). Jika Tuhan menjadi penjaga pintu bibir kita, Dialah yang akan menentukan apa yang keluar dari mulut kita: Apakah karena takut dan serakah, dari mulut kita keluar dusta? Apakah perkataan kita mengeluarkan bau busuk, ataukah membangun orang lain?

Mar 3, 2008

Menebus Dunia Pendidikan

Bedanya polemik tentang Kristen dan Pendidikan di Indonesia dan Australia memang menarik untuk diperhatikan. Di Indo, yang menjadi isu adalah mayoritas dan minoritas. Karena Kristen itu dikondisikan sbg 'minoritas' maka pendidikan Kristen mesti dibatasi. Di Australia, yg notabene negara sekuler, pemerintahnya sendiri sewot melihat menjamurnya pendidikan berbasis kepercayaan iman, seperti yang diberitakan baru-baru ini di The Age.

Pemerintah Oz gusar karena jika para pelajar diajarin Creationism dan bukan Darwinian Evolution, mereka akan jadi "isolated sub-groups in our community." Di level state, telah terjadi perbedaan kebijakan: "Under Victorian law, it is not compulsory for private schools to teach evolution, though it is recommended in the curriculum. In NSW evolution is a compulsory part of the syllabus."

Seorang kepala sekolah Kristen dalam berita tsb menyatakan: "We don't hide the fact that there is a theory of evolution, and that's how we'd present it, as a theory... We teach it, explain what it is, and at the same time we present clearly and fairly, and we believe convincingly, the fact that our position as a school is that God created the heaven and earth … There wouldn't be any point of being a faith-based school if we didn't think that God was the creator."

Kasus riil yg sedang terjadi diatas menjadi contoh kotemporer bagaimana perjuangan menebus budaya (redeeming culture) untuk ditundukkan kembali kepada Kristus begitu penting. Banyak sekali orang modern yg tidak menyadari bahwa pendidikan tertiary itu dimulai di abad ke-12 oleh kaum Puritan yang memiliki konfiksi iman yang murni bagi Kristus, bahwa ilmu pengetahuan berkembang pertama kali karena adanya pengakuan bahwa keteraturan alam semesta ini pasti tidak terjadi dengan sendirinya karena jika ada grand design, pasti ada Grand Designer.

Yang juga menarik dari polemik dalam berita koran diatas adalah pendidikan berbasis kepercayaan akan membuat orang cupet pikirannya. Jadi jika mau mencetak generasi yang pikirannya progresif, sikapnya toleran, kontribusinya inklusif, jangan diajari konsep yg dilandasi kepercayaan iman. Lha terus kenapa orang Yahudi bisa paling progresif dalam kemajuan berbagai bidang ilmu? Dan apakah ada yang bisa menjamin bahwa kalau diajarin Darwin dan Teori Evolusinya, mereka akan jadi toleran terhadap orang lain, atau malah menghina orang Kristen yang belajar Creationism? Bukankah orang Kristen yang diajar abstinence before marriage (dan bukan pakai kondom biar aman) seringkali menjadi bahan tertawaan karena dianggap kuno dan kuper?

Mar 2, 2008

Lewis and Chesterton on Being Open-minded

An open mind, in questions that are not ultimate, is useful. But an open mind about ultimate foundations either of Theoretical or Practical reason is idiocy. If a man's mind is open on these things, let his mouth at least be shut.
C.S. Lewis quoted in Credenda Agenda, 4(5), p. 16.

Merely having an open mind is nothing; the object of opening the mind, as of opening the mouth, is to shut it again on something solid.
G.K. Chesterton