Feb 24, 2008

Prinsip 3S untuk Mengerti Kehendak Tuhan

1. Saturate your mind with the Word of God

Jika kita ingin tahu kehendak Allah, bacalah firman Allah karena Allah menyatakan kehendakNya disana. Dalam firman Allah kita beroleh prinsip-prinsip penting untuk membantu kita mengambil keputusan-keputusan yang tidak secara eksplisit diperintahkan atau dilarang oleh firman Allah.

Yang menarik disini adalah seringkali kita tahu bahwa Allah menghendaki A, tapi kita masih mencoba bertanya apakah mungkin Allah menhendaki B. Misal, seorang pemuda Kristen jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang pemudi yang tidak seiman. Lalu dia bertanya, "mungkinkah kehendak Tuhan utk aku menikahinya sehingga ia bisa diselamatkan?" Jawabannya tentu tidak. Karena firman Tuhan jelas berkata bahwa pasangan seiman itu adalah syarat mutlak (dan dalam prakteknya, memang prinsip tersebut ternyata sangat penting). Jika kita mau taat kepada firman Allah yang eksplisit, akan banyak hal dalam hidup kita yang kita tidak perlu bingung dan kuatir manakah kehendak Allah.

Masalahnya ada dua. Pertama, kita mungkin tidak menyelami firman Tuhan sehingga tidak tahu mana kehendak Tuhan. Tukang masak yang jago selalu bilang bahwa agar masakan lezat, daging harus di-marinate sampai meresap ke tulang-tulangnya. Demikian juga seharusnya pikiran kita perlu di-marinate dengan firman Tuhan. Kedua, kita mungkin tahu mana kehendak Tuhan, tapi tidak bersedia untuk taat.

Prinsip yang penting disini adalah bahwa "OBEDIENCE is the ORGAN OF SPIRITUAL KNOWLEDGE", sebagaimana Yesus sendiri berkata, "Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri." Semakin kita taat, semakin kita peka menangkap kehendak Tuhan. Semakin taat, semakin mengerti kehendakNya. Bukan mengerti dulu baru taat, tetapi taat dulu baru mengerti, dan semakin taat semakin mengerti.

Dalam banyak area hidup kita, Alkitab memang berdiam tidak berkata apa-apa. Misal: Alkitab mengajarkan bahwa "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan" (2 Tes 3:10). Tapi Alkitab tidak memberitahu di bidang apa kita harus bekerja, sebagai apa, di kota apa, dst. Alkitab mengajarkan bahwa menikah harus dengan pasangan seiman: "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya" (2 Kor 6:14). Tapi Alkitab tidak memberitahu kita saudara seiman yang mana yang kita meski nikahi. Dan tentu 1001 hal lainnya. Setelah studi, mau tinggal di Australia atau pulang ke Indonesia? Mau punya anak atau tidak, kalau ya, berapa biji, eh... berapa banyak? Beli orange juice dan pakai shampoo mau merk apa? Dan lain-lainnya....

Itu sebab yang kita perlukan adalah pikiran yang telah diperbarui, dibentuk, dan dipimpin oleh kehendak Allah yang dinyatakan dengan eksplisit dalam Alkitab. Dengan demikian, kita memiliki kepekaan (discerment) untuk menganalisa setiap keputusan dengan pikiran Kristus. Hal ini tidak instan-supranatural. Tetapi sebuah proses yang panjang. Bergumul dan berusaha bergaul dengan firman Allah sehingga kita memiliki kepekaan untuk mengaplikasikan firman Allah dalam area-area dimana Alkitab tidak mengatur secara eksplisit. Jika kita mencari kehendak Allah dengan hanya bersandar pada mimpi dan suara Allah yang audible, wahyu, dan tanda-tanda konkrit dari Allah untuk memberitahu kita apa yg kita harus lakukan, kita tidak akan pernah berusaha memiliki pikiran yang ditransformasi & dikuduskan oleh kebenaran firmanNya. Yang Allah inginkan adalah transformasi pikiran kita - "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah" (Roma 12:2).

2. Seek Advice from mature Christians

Inilah fungsi komunitas umat Allah. Saling menasihati, mengajar, menegur, membangun satu sama lain. Jika setiap keputusan penting dalam hidup kita, kita coba konsultasikan dengan 10 orang yg kita anggap dewasa dalam iman dan mengenal kita cukup dekat, maka kita akan beroleh konfirmasi atau diskonfirmasi apakah keputusan tersebut benar-benar kehendak Allah atau agenda pribadi kita. Sebab tidak jarang Allah menyatakan kehendakNya lewat orang-orang tersebut.

Mau pacaran dengan seorang pria/wanita? Bertanyalah kepada 10 orang tsb, apakah mereka melihat ada kecocokan dari sisi kedewasaan iman, kesamaan beban pelayanan, compatibility kepribadian, dst. Mau pindah kerja? Coba konsultasi dengan mereka bertanya tanggapan mereka ttg dampak pekerjaan yg baru pada keluarga, pelayanan, visi hidup pribadi, dst. Jika mereka mau serius mendoakan keputusan tersebut dan dapat memberi nasihat yang kental dengan prinsip firman, Anda adalah orang yang sangat diberkati, karena tidak banyak orang Kristen yang dikelilingi oleh mentor-mentor rohani seperti itu!

3. Scrutinize your situation

Langkah terakhir adalah mencermati sungguh-sungguh konteks hidup kita sendiri. Benarkah Tuhan mau Anda punya anak yang ketiga, misalnya, jika realitanya selama ini dengan dua anak saja Anda sudah kewalahan memberi waktu yang cukup sebagai seorang ayah atau ibu? Apakah tawaran pekerjaan di kota baru itu (dengan gaji yg lebih tinggi tentunya) perlu diambil bila itu berarti Anda harus meninggalkan peran strategis Anda di tempat yg sekarang yang notabene lebih sejalan dengan panggilan hidup Anda? Kebutuhan pelayanan ada dimana-mana, masalahnya apakah saya harus ambil satu lagi bidang pelayanan, sementara waktu pribadi bersama Tuhan sudah sangat minim akhir-akhir ini? Apakah saya harus keluar kerja dan studi tahun ini atau tunggu sampai tabungan lebih besar?

Selama ini dalam mengambil keputusan, setelah menganalisa seluruh aspek hidup saya (keluarga, pekerjaan, gereja, persekutuan, dll), saya mencoba bertanya, apakah ada kepastian (damai sejahtera) untuk melangkah? Saya suka prinsip yang Allah berikan kepada Yusuf dan Maria untuk tetap tinggal di Mesir ketika bayi Yesus diburu oleh Herodes yang paranoid itu: "Stay there until I tell you" (Matius 2:13). Jika tidak ada kepastian melangkah, maka "stay there." Sampai kapan? Sampai Tuhan bilang kita harus melangkah. Jika Allah menyatakan kehendakNya pada Musa setelah 80 tahun Musa menunggu-nunggu, maka mungkin kita mesti belajar lebih berani berserah pada waktu Tuhan.

No comments: