Feb 4, 2008

Kairos Favors the Prepared Heart

"In the field of observation, chance favors the prepared mind", demikian tulis Pakar Mikrobiologi Perancis Louis Pasteur (1822-1895). Kalau diterjemahkan bebas ke bahasa Indonesia, kalimat diatas kira-kira berbunyi sebagai berikut: “Dalam bidang observasi, keberuntungan berpihak pada mereka yang siap.”

Pasteur menulis kalimat tersebut dalam konteks penelitiannya tentang proses kristalisasi dan fermentasi, yang aplikasinya hari ini kita dapati pada susu dan wine, vaksin penyakit kolera dan rabies, dan lain sebagainya. Ia mungkin tidak pernah mengantisipasi bahwa kalimatnya diatas akan diadopsi oleh banyak di luar konteks laboratorium sebagai sebuah filosofi hidup. Di bidang manajemen, para eksekutif hari ini menerapkan filosofi tersebut saat mereka menyusun rencana strategis perusahaan dan hidup pribadi mereka.

Kalimat tersebut menarik, karena saya pikir relevan dengan filosofi hidup anak-anak Allah, namun perlu modifikasi. Alkitab tidak mengajarkan kita konsep chance atau keberuntungan, karena Allah dalam pemeliharaanNya yang penuh kasih senantiasa berintervensi dalam hidup anak-anakNya.

Bagi anak-anak Allah, yang benar bukan “Chance favors the prepared mind”, tetapi “Kairos favors the prepared heart.” Konsep tersebut saya deduksi dari apa yang ditulis Rasul Paulus dalam Efesus 5:16, yaitu “Pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”

Kata ‘waktu’ yang dipakai di ayat tersebut berasal dari kata kairos (bukan kronos, yg berarti waktu secara kronologi – kemarin, hari ini, dan besok). Kairos adalah momen Allah menyatakan diriNya secara khusus pada kita melalui pengalaman hidup yang kita lewati, yang berpotensi menjadi sebuah momen transformatif dalam hidup kita. Beberapa contoh kairos, adalah saat kita pertama kali menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, atau pengalaman hidup yang negatif namun yang justru memberi makna baru terhadap cara pandang atau prioritas hidup kita.

Sedangkan kata 'pergunakan' dalam ayat tersebut berasal dari akar kata yang dengan tepat diterjemahkan ‘redeem’ dalam versi King James. Jadi Paulus meminta kita untuk menebus kairos. Ia seakan berseru: “Tebuslah, belilah kembali momen-momen transformatif yang Allah berikan bagimu."

Alasannya adalah "karena hari-hari ini adalah jahat." Alasan kita menebus kairos bukan karena hari-hari kita pendek, tapi jahat. Kepada jemaat Efesus yang hidup di tengah budaya metropolitan yang sarat dengan manifestasi dosa (secara khusus, penyembahan berhala dan berbagai dampaknya), Paulus mengingatkan bahwa semakin gelap dunia kita, semakin penting kita menangkap setiap kesempatan yang Allah turunkan bagi kita agar hidup kita yang sementara di dunia ini tidak sia-sia, tidak terus ditipu mentah-mentah oleh si Jahat dan menjadi bahan tertawaannya.

Sebuah studi menyatakan bahwa jumlah milioner baru di Australia meningkat drastis karena begitu banyak entrepreneur muda yang begitu peka dan lihai mencium sebuah kesempatan bisnis, menangkapnya, mengerjakannya, dan menuai hasil darinya. Mereka tahu persis bahwa kesempatan bisnis yang penting tidak akan datang untuk kedua kalinya. Dan tidak akan menunggu orang-orang yang tidak siap.

Bukankah tragis bila anak-anak Allah juga hanya peka dan siap untuk menangkap kesempatan bisnis, namun bagai orang bisu tuli terhadap kairos-kairos Allah?

Menengok ke belakang, saya sadar betapa sering kairos-kairos Allah lewat begitu saja dalam hidup saya. Momen dimana saya seharusnya mengabarkan Injil, menghibur orang lain, menyatakan sentuhan kasih Allah pada orang yang membutuhkan, semua itu lewat begitu saja karena saya terlalu sibuk dengan agenda pribadi saya. Banyak orang Kristen seharusnya naik kelas dalam sekolah iman ketika Allah ijinkan sebuah pengalaman kehilangan (kehilangan kesehatan, keberhasilan, rasa aman, orang yang dikasihi, dst), namun mereka hanya bengong karena tidak siap.

Sebabnya sederhana: hidup di dunia ultra modern, kita tidak dengar-dengaran terhadap Allah. Relasi pribadi kita dengan Allah hanya sebatas rutinitas keagamaan. Tidak heran kita merasa hidup rohani kita kering, dan Allah tidak riil dalam hidup kita. Mari kita ubah pola ini. Kepekaan rohani tidak datang dalam semalam, tetapi muncul karena sebuah kebiasaan berinteraksi secara akrab dengan Allah. Sama halnya suami-istri yang setelah bertahun-tahun hidup bersama menjadi lebih peka dengan suara hati pasangannya.

Tanpa kepekaan rohani, kairos Allah tersebut akan hanya melewati kita. Dan kesempatan untuk dibentuk, diajar, diubahkan oleh Allah hilang, dan mungkin tak pernah kembali. “Kairos favors the prepared heart.”

No comments: