Sep 28, 2008

Tentang Divorce & Remarriage

Selama sebulan terakhir saya bergumul tentang topik Remarriage (pernikahan ulang). Tentu bukan karena alasan pribadi (saya mau menikah lagi...), tetapi karena alasan kotbah (karena saya kotbah eksposisi tiap Minggu dan 2 minggu lalu sampai kepada Matius 5:31-32 tentang Perceraian dan Pernikahan Ulang).

Namun topik ini menjadi sebuah concern yg mendalam bagi saya karena hari ini tingkat perceraian tidak berbeda antara orang Kristen dan orang non-Kristen. Yaitu sekitar 50% pernikahan berakhir dalam perceraian. Yang paling membuat saya gentar adalah bahwa dari perceraian anak-anak Tuhan itu, banyak sekali yg terjadi diantara pasangan-pasangan muda yang menikah dibawah 10 tahun !!

Teks Alkitab yang relevan tentang hal ini (dan seluruh teks ini perlu diteliti agar dapat menarik pemahaman yang akurat sesuai prinsip penafsiran Scripture interprets Scripture:
- Matius 5:31-32
- Matius 19:3-10
- Ulangan 24:1-4
- Lukas 16:18
- Markus 10:11-12
- 1 Korintus 7, khususnya 7:10-16, 38-39
- Roma 7:1-3

Setelah berminggu-minggu mempersiapkan kotbah tersebut (karena saya mencoba membaca, merenung, mendengar berbagai kotbah, dan berdiskusi dengan beberapa hamba Tuhan), saya akhirnya menyampaikan 4 point:
1. Divorce violates God's pre-Fall design of marriage.
2. Divorce was permitted if and only if there is fornification (porneia) involved as it destroys the marital bond.
3. Divorce is not a license to remarry.
4. Divorce in cases of porneia also is not a license to remarry.

Dalam posting kali ini saya akan mencoba membahas terlebih dahulu point 1-3, karena point 4 menjadi point yg tersulit dan terpanjang. Kita bahas satu per satu point 1-3:

(1) Perceraian melanggar design Allah ttg pernikahan sebelum kejatuhan

Pertanyaan orang Farisi dalam Matius 19 bertujuan menjebak Tuhan Yesus baik secara teologis maupun politis. "Apakah seorang boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?" Tuhan Yesus menjawab dengan mengembalikan pada inti pernikahan. Orang Farisi bertanya tentang perceraian, Tuhan kita menjawabnya dengan membahas pernikahan. Mengapa? Karena segala bentuk perceraian adalah ‘unlawful’. Karena desain awal pernikahan Allah-lah yang menyatukan dua manusia menjadi satu daging, sehingga tidak dapat diceraikan oleh manusia (Kej 1:27, Kej 2:24). Tujuan pemberian surat cerai dalam kitab Ulangan 24:1-4 bukan untuk membenarkan perceraian, tapi karena dosa manusia. Orang Farisi menunjuk kepada kitab Ulangan, Yesus menunjuk kepada kitab Kejadian, mengembalikan pada desain Allah semula, sebelum dosa masuk.

(2) Perceraian diijinkan bila dan hanya bila terjadi perzinahan, karena perzinahan menghancurkan ikatan pernikahan.

Ada dua kata yang untuk kata ‘zinah’: ‘porneia’ (untuk klausa perkecualiannya) yaitu setiap tindakan amoral [porno], seperti homosexual/lesbian yang sejenis, dan ‘moichao’ yang berarti berzinah. Porneia merupakan alasan serius perceraian, karena berzinah berarti kedua manusia menjadi satu tubuh sehingga akibatnya telah menghancurkan ikatan pernikahan yang ada. Ini kita dapat lihat jelas dalam 1 Kor 6:16 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘Keduanya akan menjadi satu daging." Ayat Ini menunjukkan bahwa perzinahan menghancurkan ikatan pernikahan. Karena itulah perzinahan menjadi alasan satu-satunya yang diijinkan Allah untuk bercerai, namun pada mulanya tidaklah demikian, bukan kehendak-Nya.

(3) Perceraian bukan alasan untuk pernikahan ulang.

Untuk memudahkan kita mengerti point ke-3 ini, mari kita lihat contoh kasus berikut (saya memakai nama fiktif Budi-Iwan-Wati karena semasa SD seingat saya ketiga nama ini sangat populer di semua buku pelajaran saya):

BUDI menceraikan WATI. TIDAK ADA PENYELEWENGAN SEKSUAL
WATI lalu menikah lagi dengan IWAN. Maka WATI melakukan ZINAH, demikian juga IWAN.
BUDI menikah lagi, ia melakukan ZINAH.

Perzinahan dilakukan oleh baik oleh si pria maupun wanita. Mat 5:32 mencatat Yesus berkata "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah." Mengomentari frase "Ia menjadikan istrinya berzinah", John Calvin menulis: “the man who, unjustly and unlawfully, abandons the wife whom God had given him, is justly condemned for having prostituted his wife to others.” Jadi karena perceraian tersebut tidak dipicu oleh karena penyelewengan seksual (mungkin terjadi karena alasan-alasan spt tidak ada lagi cinta, sering ribut, dst), maka perceraian itu menjadi perzinahan karena kedua pihak biasanya bercerai untuk kemudian menikah kembali.

Frase berikutnya “dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah" jelas berarti bahwa pernikahan ulang dengan seorang pria atau wanita yang pernah cerai BUKAN karena alasan penyelewengan seksual adalah dosa karena itu juga sebuah perzinahan.

Mat 5:31-32 menunjukkan bahwa pada waktu seseorang menceraikan istri, maka hal itu memberikan peluang bagi dia untuk berzinah, karena di mata Allah, pernikahan bubar hanya apabila salah satu dari pasangan itu meninggal. I Kor 7:10-11 merupakan perintah Tuhan agar seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya, dan jika ia bercerai ia harus hidup tanpa suami, atau mencoba hidup berdamai atau berekonsialiasi:
To the married I give this charge (not I, but the Lord): the wife should not separate from her husband 11 (but if she does, she should remain unmarried or else be reconciled to her husband), and the husband should not divorce his wife.
Point ke-4 akan saya bahas dalam posting berikut...

2 comments:

santi rusliana said...

Saya senang membaca artikel ini.
Karena sekarang saya lebih jelas tentang pandangan Alkitab tentang perceraian dan perkawinan kembali.
Terima kasih.

yanmaneee said...

russell westbrook shoes
yeezy boost
balenciaga
jordan shoes
nike sneakers for men
ferragamo belt
balenciaga
moncler
christian louboutin outlet
cheap jordans