Showing posts with label benny solihin. Show all posts
Showing posts with label benny solihin. Show all posts

Jul 26, 2008

Seminar Pdt Benny Solihin - Sesi 3

Di sesi terakhir, pak Benny menyampaikan kotbah tentang Pelayan yang berkenan di hati Allah yang didasari dari Lukas 10: 38-42 dan Yohanes 12:1-8 dengan fokus kepada Maria. Kotbah ini dilandasi dengan sebuah concern bahwa banyak orang Kristen yang merasa bahwa ia telah dipakai Allah, namun berapa yang sungguh-sungguh diperkenan Allah. Jika kita rindu menjadi pelayan yang bukan hanya dipakai Allah, namun juga diperkenan Allah, maka ada tiga hal yang perlu kita perhatikan:

1. Memiliki prioritas, duduk dekat di kaki Allah 

Permulaan pelayanan adalah mendengar suara Allah. Ini adalah bagian terpenting, jauh lebih penting dari doktrin, skill, dan segala hal yang kita lakukan sebagai hamba Allah. Semua hamba Allah di Ibrani 11 memiliki prioritas untuk saat teduh mendengar suara Allah. Yang tidak melakukannnya dalam Alkitab adalah para nabi palsu.

Namun realita hari ini samasekali berbeda. Sebagai seorang dosen di seminari, Pak Benny mengatakan betapa sulit melatih mahasiswa seminari untuk bersaat teduh. Kalau dari alumni seminari Alkitab yang setelah lulus dan jadi full-timer, 10% saja masih memiliki kebiasaan setiap hari duduk di kaki Allah, itu sudah sangat bagus. Dengan jujur pak Benny mengatakan bahwa selama 21 tahun melayani sebagai full-timer, inilah bagian yang paling sulit dilakukan. Dia menggarisbawahi bahwa berkotbah lebih gampang daripada duduk di kaki Allah.

Yesus tidak menegur Marta sampai ia mengeluh. Kalau kita tidak memiliki relasi yang erat dengan Allah, dan kita mulai mengeluh mengkritik sana-sini, mendingan kita tutup mulut dan masuk ke kamar menangis bersama Allah.

2. Motivasi pelayanan yang jelas
Dalam Yohanes 12:1-8, kita dapat membayangkan bahwa Maria sekampung-kampungnya dia, sebagai seorang wanita ia pasti peka akan resiko yang dia akan terima saat ia harus menerobos kerumunan pria yang memenuhi ruangan yang tidak besar itu untuk menuang minyak narwastu ke kaki Yesus. Mungkin ada yang berbisik “Ada hubungan apa dia dengan Yesus” atau “Kok cari muka banget sih”. Disini kita belajar tentang motivasi pelayanan. Maria tidak peduli dengan pendapat orang lain, karena kasihnya kepada Kristus berkobar dari dalam hatinya.

Pak Benny mengutip pernyataan AW Tozer yg ia ingat-ingat terus dalam pelayanannya kepada Tuhan. Tozer mengatakan bahwa pada hari penghakiman terakhir pertanyaan yang terpenting yang Allah akan tanyakan kepada kita bukan “apa yang telah engkau lakukan bagiKu”, tetapi “dengan motivasi apa kamu melakukannya bagiKu?”

Point penting yang Pak Benny sampaikan adalah bahwa sepanjang dia mengetahui Alkitab, tidak ada hamba Tuhan dalam Alkitab yang dipuji karena prestasi pelayanannya. Petrus yang berkotbah 3000 orang bertobat tidak dipuji karena keberhasilannya tersebut. Kalau soal prestasi, Yunus lah yang harus dipuji karena ia paling hebat. Tiga hari dia berkotbah asal-asalan, “Kalau kamu tidak mau bertobat, Tuhan akan membalikkan kota ini” tanpa peduli dengan kondisi orang-orang Niniwe. Malah Yunus berharap tidak ada seorang yang bertobat. Namun hasilnya, 120.000 bertobat. Kalau soal prestasi, Nuh lah yang paling gagal. Nuh 120 tahun menginjili berapa yang berhasil dimenangkan? Enam orang, itupun anggota keluarga sendiri. Namun Tuhan tidak melihat prestasi keberhasilan pelayanan. Yang dipuji adalah kasih dan ketaatan para hamba Allah terssebut.

3. Selalu berusaha memberi yang terbaik bagi Tuhannya
Minyak narwastu murni dituangkan Maria ke kaki Yesus. Padahal semua orang saat itu tahu bahwa minyak wangi tersebut disimpannya untuk hari pernikahannya, karena setiap wanita Yahudi bekerja keras untuk dapat menabung membeli minyak tersebut. Jika 1 hari gaji kita 1 dinar, dan harga minyak itu 300 dinar, dan Maria bisa menabung 1/3 dari gajinya, maka minyak tersebut dibelinya dengan gaji dari 3 tahun kerja.

Dia merasa tidak layak untuk meminyaki kepala Yesus, maka dia mencari area yang paling rendah yaitu kaki. Namun sampai disitu pun, ia masih merasa tidak cukup, dan ia memakai rambutnya untuk menyeka kaki Yesus. Pak Benny mengatakan beberapa tahun lalu ketika merenungkan firman sampai ke bagian ini di depan komputer ia menangis. Maria memilih yang terbaik yang ia miliki dan bisa berikan dan ia persembahkan itu di kaki Tuhannya.

Apa yang terbaik dalam diri kita? Allah sudah memberi yang terbaik, yaitu Kristus bagi kita. Mengapa kita selalu berhitung dengan Tuhan? Kita berpikir kalau ikut pelayanan, waktu dengan keluarga, indeks prestasi, pendapatan menjadi berkurang. Sudahkah engkau memberi yang terbaik kepada-Nya?

Keseluruhan seminar ini ditutup dengan challenges yg disampaikan pak Benny kepada mereka yang mau re-dedikasi kepada Allah, menjadi hambaNya di segala bidang sesuai dengan jati diri kita, dan menjadi hamba Allah penuh waktu. Banyak yang angkat tangan sore tadi untuk mendedikasikan hidupnya bagi Tuhan di berbagai profesi masing-masing. Dua orang menangkat tangan untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu. Praise the Lord.

Di akhir seminar, kita berjabat tangan untuk berpisah. Namun sebelum itu saya sudah sempat bertanya mengundang dia datang kembali ke Melbourne tahun depan. Beliau juga meminta saya untuk membaca naskah buku yang ia akan publikasikan tentang homiletik, dan memberi masukan. Buku homiletika di Indonesia memang hampir tidak ada, dan tentu buku beliau akan menjadi sumbangsih penting bagi umat Kristiani Indonesia.

Seminar Pdt Benny Solihin - Sesi 2

Dalam Sesi 2, Pak Benny membawakan sesi tentang Tiga Karakteristik Pelayan yang Efektif.

1. Memiliki identitas diri yang jelas.
Paulus seorang penginjil, pengkotbah, penulis, dan pebisnis (tent-maker), namun dia tidak memakai berbagai posisi tersebut untuk menjelaskan siapa dirinya. Ia melihat dirinya sebagai hamba, sebagai budak dari Kristus Yesus (Roma 1:1; Efesus 1:1; Filipi 1:1))

Pak Benny menceritakan bagaimana sebelum ia menjadi hamba Tuhan full-timer, ia bekerja sebagai profesional. Dia memulai bersama rekan-rekannya sebuah persekutuan kantor di hari Jumat, yang lalu membuat rekan-rekannya memberi dia label ‘Pendeta Benny’. Dia diejek oleh kasir di perusahaan setiap kali mereka bertemu, namun suatu hari saat si kasir ini jatuh sakit, justru dia mencari pak Benny karena ingin minta didoakan. Melalui cerita ini Pak Benny mengingatkan agar kita tidak perlu malu terhadap identitas kita sebagai hamba Allah. Dimanapun dan kapanpun kita perlu bersikap dan bertingkah laku sepadan dengan jati diri kita tersebut.

2. Hidup digerakkan oleh Kehendak Allah (Kisah 18:21; 21:10-13).
Allah memanggil dia menjadi hamba Tuhan full-time ketika pak Benny bekerja di Indomobil. Dia berpikir bahwa bukankah ia sudah pelayanan 4x seminggu: Mengajar sekolah Minggu dan pra-remaja dan persektuuan kantor Jumat, dan pengurus persekutuan hari Kamis. Namun jika itu adalah kehendak Allah, maka ia belajar taat dan menyerahkan diri masuk ke seminari meski itu berarti ia harus meninggalkan karirnya.

3. Punya ketergantungan yang penuh terhadap Roh Kudus (1 Kor 2:1-5)
Pak Benny bercerita bahwa sebelum naik mimbar untuk berkotbah ia selalu berdoa dari 1 Korintus 2:1-5, khususnya ayat yang 4 dan 5: "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh supaya iman kamu jangan bergantung kepada hikmat manusia, tetapi kepada kekuatan Allah." Jika Rasul Paulus yang begitu hebat pun bergantung pada Roh Kudus, apalagi kita. Pengalaman pelayanan seringkali membuat kita begitu mudah mengandalkan diri kita sendiri. Tanpa persiapan hati, kita nekad melayani Tuhan. Jika ini yang kita lakukan, kita tidak akan pernah melihat pekerjaan Roh Kudus dinyatakan ditengah-tengah dan melalui kita.

Seminar Pdt Benny Solihin - Sesi 1

Hari ini ada pembicara tamu dari Indonesia yg melayani di Melbourne, meski bukan di gereja kami, yaitu Pdt Benny Solihin. Saya pernah mendengar kotbah beliau dalam retreat pekerja Perkantas Jawa Timur dan sangat diberkati dengan firman Tuhan yang disampaikan. Itu sebab hari ini saya datang ke seminar pelayanan yang ia pimpin di gereja EBC yang diadakan dari Sabtu pagi-sore selama 3 sesi. Bersama saya juga datang sekitar 10 orang dari gereja kami. Karena saya bawa Macbook kesana, maka saya bisa nge-blog kotbah beliau (meski bukan live blogging), dengan izin dari Pak Benny.

Pak Benny tampil memakai kemeja khas Indonesia, batik. Saya sempat ngobrol singkat sebelum ia memulai sesi, karena memang baru pertama kali saya secara formal berkenalan. Dan dia sempat bilang pernah baca buku saya, dan senang akhirnya bisa ketemu. Padahal yang lebih senang adalah saya bisa bertemu hamba Tuhan yg bagi saya adalah salah satu pengkotbah Indonesia terbaik, yang pernah membuat kesan yg mendalam dalam diri saya dua belas tahun lalu.

Beliau datang ke Melbourne didampingi istrinya Ibu Mega yg ternyata baru menyelesaikan MA di Counseling di Calvin Seminary. Setelah puji-pujian pendek, pak Benny membacakan Efesus 2:10 sebagai dasar pembahasan sesi pertama, yang berfokus kepada keunikan jati diri anak-anak Allah. Ada tiga point penting yang ia sampaikan dari eksposisinya thd Efesus 2:1-10.

1. ‘Karena kita ini buatan Allah’
Frase tersebut mengingatkan kita kepada Kejadian 1:1 yang memberitahu bahwa Allah adalah pencipta dan penggerak utama dan pertama dunia dan segala isinya. Saat Allah yang akbar itu mencipta manusia, Paulus memakai kata ‘poema’ untuk kata ‘buatan Allah’, dimana kita mendapat turunan kata ‘poem’ atau puisi. Seperti kata pemazmur: "Aku bersyukur kepada Allah karena kejadianku dahsyat dan ajaib." Fearfully and wonderfully made.

Pak Benny menceritakan masa remajanya saat ia merasa samasekali tidak unik dan tidak khusus. Sebaliknya ia merasa sangat minder dalam soal fisik, ekonomi, dan intelektual. Dibanding adik kakaknya, paras mukanya paling sering dilewati orang. Keluarganya hidup pas-pasan, mamanya memiliki warung yang buka dari pagi sampai malam meski tidak banyak pengunjung. Papanya seorang polisi yang karena jujur segan untuk meniup sempritan untuk dapat uang sogokan. Di kelas, pak Benny berkata ia selalu mendapatkan Juara Dua (dari belakang!). Nilai matematika tidak pernah lebih dari 6. Namun dibalik semua itu, di kemudian hari dia sadar bahwa dia tetap adalah seorang yang unik karena Allah memakai dia menjadi seorang hamba Tuhan penuh waktu.

2. ‘Diciptakan dalam Kristus Yesus’

Keunikan orang Kristen adalah bahwa kita diciptakan dua kali. Bukan karena 'puisi' ciptaan Allah kurang baik, karena Allah berkata bahwa manusia ciptaannya ‘sangat baik’ dalam kitab Kejadian. Alasan kita diciptakan dua kali adalah karena kita jatuh dalam dosa (Ef 2:1-2). Status kita sebelum kenal Kristus adalah kita mati. Dua karakteristik orang mati, tidak berdaya melawan dosa dan mengalami kebusukan. Kita tidak berdaya terhadap dosa, bukan saja kita dipengaruhi untuk berbuat dosa, kita sendiri menghidupkan dosa dalam hidup kita. Tetapi Yesus Kristus memungut kita lagi, menulis kembali puisi tersebut dengan tetesan darah-Nya, dan kita dicipta ulang. Bukan di recycle, tetapi dicipta ulang sama sekali baru, kembali menjadi sebuah masterpiece.

3. 'Untuk melakukan pekerjaan baik'

Salvation is not by works, but it is for works. Ketika dia ingin masuk seminari untuk studi teologia menjadi full-timer, senior-nya mengatakan “Sorry, saya sudah kenal kamu 10 tahun. Dan jujur saja, kamu tidak ada bakat jadi pengkotbah.” Kalimat tersebut sangat mengecilkan dan menyedihkan hatinya. Namun pak Benny berkata, bahwa jika Allah hanya mau dia melayani di satu desa, dan hanya untuk melayani satu keluarga di desa tersebut, dan hanya 1 orang dari keluarga tersebut yang dimenangkan bagi Allah, tidak apa-apa. Karena jika itu yang diinginkan Allah untuk ia lakukan dalam hidupnya, dan ia mentaatinya, berarti 100% kehendak Allah digenapkan dalam dirinya.

Pak Benny lalu menceritakan kondisi di Indonesia yang membutuhkan partisipasi orang Kristen yang telah menerima berkat yang begitu besar dari Allah. Kita diberkati untuk menjadi berkat. Kita bukan waduk berkat, tapi kita saluran berkat. Channel of blessing.

Bagi saya mendengar sesi ini sangat encouraging, bukan karena isinya yang sangat biblikal, tetapi juga karena beliau membawakan expository preaching. Tidak banyak pengkotbah yang hari ini meng-eksposisikan firman Tuhan, dan dari jumlah yang sedikit itu, lebih sedikit lagi yang dapat membawakannya dengan kepekaan terhadap tingkat kedewasaan biologis dan kerohanian dari jemaat.